tag:blogger.com,1999:blog-53534913197289458592024-02-19T02:42:00.956-08:00Citrus BiosecurityKetahanan Hayati Jerukcitrusbiosecurityhttp://www.blogger.com/profile/00060261779881136415noreply@blogger.comBlogger16125tag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-47366484118597691022012-01-06T02:34:00.000-08:002012-01-06T02:34:09.161-08:00Pengalihan URL Blog<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Dengan ini diberitahukan bahwa URL blog ini dialihkan ke <a href="http://citrusbiosecurityhome.blogspot.com/">http://citrusbiosecurityhome.blogspot.com</a>. Silahkan mengklik URL tersebut untuk melanjutkan membaca.<br />
<br />
Kami menyampaikan permohonan maaf atas kekurangnyamanan ini.</div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-76887874723209963212011-09-18T01:40:00.000-07:002011-09-18T01:44:35.086-07:00Mendampingi Kunjungan Prof. Siti Subandiyah, Pakar CVPD dari UGM, untuk Melihat Keadaan Jeruk di Timor Barat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Pada 8-11 September 2011, Prof. Siti Subandiyah, pakar CVPD terkemuka dunia dari UGM, Yogyakarta, berkunjung untuk melihat keadaan jeruk di Timor Barat. Tujuan kunjungan beliau yang sebenarnya sesungguhnya adalah mendampingi mahasiswa S3 bimbingan beliau untuk mengambil sampel jeruk besar (<i>Citrus maxima</i>). Tetapi karena beliau adalah pakar CVPD maka tentu saja beliau tidak membuang kesempatan, sekalian melihat keadaan jeruk keprok soe (JKS, <i>Citrus reticulata</i>), yang menurut pemerintah daerah, khususnya pemerintah Kabupaten TTS, masih bebas CVPD. Pada hari pertama, kunjungan dilakukan ke kebun bibit hortikultura di Nonbes, Kecamatan Amarasi. Di kebun bibit tersebut, beliau menyaksikan tanaman jeruk menunjukkan gejala khas CVPD. Menurut beliau, untuk memastikan keberadaan CVPD memang diperlukan uji laboratorium, khususnya PCR (Polymerase Chain Reaction), tetapi gejala khas CVPD dapat digunakan untuk keperluan deteksi dini.<br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYIC7w6z4XLLbNh-hR6cegGNnHG397qlaYmpIAxqG1ODNooiqWe7pVRzMpNU_kPNbaO33skn94N7QKLWjCqYUwb1dbc-pfU5lMVpw0rDATkyRvHpdmIRrjknlVz-f3ct0nw8VohOLDvSLS/s1600/profssubandiyah_timortrip_sep2011_01.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYIC7w6z4XLLbNh-hR6cegGNnHG397qlaYmpIAxqG1ODNooiqWe7pVRzMpNU_kPNbaO33skn94N7QKLWjCqYUwb1dbc-pfU5lMVpw0rDATkyRvHpdmIRrjknlVz-f3ct0nw8VohOLDvSLS/s400/profssubandiyah_timortrip_sep2011_01.jpg" width="400" /></a></div><div class="separator" style="text-align: left;clear: both; ">Pada hari kedua kunjungan dilanjutkan ke pusat-pusat produksi JKS di Kabupaten TTS dan ke kebun bibit pemerintah. Di berbagai tempat beliau terkaget-kaget menyaksikan keadaan JKS dan tidak henti-henti bertanya, "Mengapa bisa sampai begini? Katanya JKS bebas CVPD, tapi mengapa begini?" Saya pun hanya dapat menjelaskan secara sederhana saja, bahwa bebas CVPD bukan berarti tidak ada CVPD. Sebab, keberadaan penyakit tanaman sekarang dapat berstatus resmi dan tidak resmi. Secara resmi penyakit CVPD memang belum ada di NTT, tetapi secara tidak resmi bukan berarti tidak ada. Saya katakan kepada beliau bahwa ibaratnya penduduk, CVPD adalah penduduk tidak ber-KTP. Penyakit jeruk yang ber-KTP adalah busuk diplodia sebab hanya penyakit itu yang secara resmi diakui keberadaannya oleh pemerintah.</div>"Lho, kan hasil uji PCR sudah membuktikan positif, lalu apa lagi?", beliau balik bertanya. Memang sudah terbukti positif, tetapi Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten TTS mengatakan bahwa pengujian itu dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten di laboratorium yang tidak ditunjuk oleh pemerintah. Menurut Kepala Dinas, pengujian CVPD hanya akan diakui bila dilakukan di Tlekung. "Bukan main itu", beliau seakan-akan tidak percaya. Tapi saya berjanji akan mengirimkan kliping koran Pos Kupang yang memuat pernyataan Kepala Dinas kepada beliau, supaya beliau tahu bahwa Kepala Dinas memang bukan main.<br />Perjalanan dilanjutkan menuju Kabupaten TTU dengan menempuh jalur Kapan-Eban. Ketika melewati Desa Tobu saya menceritakan bahwa desa itu dianggap sebagai asal JKS. "Ceritanya bagaimana?", rupanya beliau belum sempat membaca sejarah jeruk keprok menurut versi pemerintah. Konon katanya, jeruk keprok yang sekarang diberi nama JKS itu dibawa oleh orang Cina dan diberikan kepada "usif" sebagai hadiah agar mereka diperkenankan membeli kayu cendana. Setelah memakan buahnya dan ternyata enak maka usif menyuruh rakyatnya menanam biji yang dikumpulkannya. Tapi menurut Dr. Hendrik Ataupah, seorang antropologiwan terkemuka mengenai Timor, kata usif tidak sela|u berarti raja. Dan kalau memang yang dimaksud di sini adalah raja maka seharusnya tidak di Tobu sebab Tobu bukan pusat pemerintahan kerajaan pada abad XV ketika perdagangan cendana marak di Timor. "Begitu toh?", kata beliau. Saya bilang, itu versi pemerintah, sedangkan versi masyarakat tidak selalu sama.<br />Sampai di Eban hari sudah sore. Ketika berkunjung di satu rumah dan menemukan pohon jeruk meranggas beliau bertanya, "Apakah ini keprok soe?" Tuan rumah, yang kebetulan seorang mantan Kepala Desa, dengan cepat menjawab, "Bukan Ibu, itu lemon cina". "Lho katanya lemon cina itu sama dengan keprok soe?". Tuan rumah dengan ramah menjelaskan, "Itu kalau di TTS, kalau di sini kami sebut lemon cina saja. Soe itu ada di TTS, bukan di TTU, maka kami lebih suka pakai nama lemon cina saja". Beliau tampak agak kurang percaya, mungkin dalam pikiran beliau bertanya-tanya, apalah arti sebuah nama. "Maaf Ibu, bagi orang kecil nama itu bisa punya banyak arti", bisik saya dalam hati.<br />Dalam perjalanan pulang kembali dari Kefamenanu kami menyempatkan datang berkunjung ke kebun dinas milik Pemerintah Kabupaten TTS. Kami menunggu cukup lama karena kepala kebun sedang tidak di tempat. Pada akhirnya kami diterima. Prof. Siti Subandiyah terkaget-kaget melihat keadaan rumah kasa blok fondasi dan BPMT di sana yang ternyata kasanya sudah porak poranda.<br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmB09oE639dIg6XSMPPkdPnBen4UFe9xalx_ckXQoadOt1tPiPABEJHEsY9Ovjry0AembZ8G-7T2d0z3qrht7AofKg9sg4DlTnG9hx7e0x_aSSVkWZD16SPkCJqePWO7PKmQmgGzlj5bBv/s1600/kebundinas_oenali_sep2011_03.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmB09oE639dIg6XSMPPkdPnBen4UFe9xalx_ckXQoadOt1tPiPABEJHEsY9Ovjry0AembZ8G-7T2d0z3qrht7AofKg9sg4DlTnG9hx7e0x_aSSVkWZD16SPkCJqePWO7PKmQmgGzlj5bBv/s400/kebundinas_oenali_sep2011_03.jpg" width="400" /></a></div>Ketika melihat-lihat tanaman jeruk beliau bertanya kepada saya, apakah pohon jeruk di kebun bibit itu positif CVPD atau tidak. Saya pura-pura tidak mendengar pertanyaan beliau. Tai beliau terus saja bertanya, "Apakah di sini Pak Wayan menemukan Diaphorina?" Saya jawab dengan suara agak keras, "Tidak Ibu, tidak ada Diaphorina di sini". Tapi tiba-tiba saja beliau berteriak, "Lho ini apa, ini 'kan Diaphorina?" Beliau menunjuk ke arah pucuk tanaman jeruk yang beliau amati dan di sana memang bertengger imago Diaphorina. Mau apa lagi, kepala kebun pun dengan halus memberikan kami wejangan bahwa kalau berkunjung ke kebun dinas kami seharusnya minta ijin dahulu ke dinas dan diantar oleh orang dinas. Lalu kami secara harus dininta meninggalkan kebun dinas dengan alasan bahwa kepala kebun sedang sibuk dengan banyak pekerjaan.<br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8id6_bSlBt_qgufgOfmKNJWe_DpCFAe-shPgM8wVSiUJ41zFZJaZQ1jduZtKyYp3meTEptYSCX2fVLVdDcTYVMgO4h_p0qwm51X2uCIMugJmOvrYbBRn1wgmKLL9zdw6I5DXijOnZZOZV/s1600/diaphorina_oenali_sep2011_02.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="271" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8id6_bSlBt_qgufgOfmKNJWe_DpCFAe-shPgM8wVSiUJ41zFZJaZQ1jduZtKyYp3meTEptYSCX2fVLVdDcTYVMgO4h_p0qwm51X2uCIMugJmOvrYbBRn1wgmKLL9zdw6I5DXijOnZZOZV/s400/diaphorina_oenali_sep2011_02.jpg" width="400" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5hL_DWcqQEa_LlIWifs1UeWwJFR29ltKFfbv07ydirNrA1V9KufU5iDzzYDQTXlC1NdsRF4b8DbYx2A-mO-m70irCJBhVw5NX_mJ3I__7iIvoo7ufTXbj5cmV9AhzZImGJX2LX0nfOOzj/s1600/diaphorina_oenali_sep2011_05.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="272" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5hL_DWcqQEa_LlIWifs1UeWwJFR29ltKFfbv07ydirNrA1V9KufU5iDzzYDQTXlC1NdsRF4b8DbYx2A-mO-m70irCJBhVw5NX_mJ3I__7iIvoo7ufTXbj5cmV9AhzZImGJX2LX0nfOOzj/s400/diaphorina_oenali_sep2011_05.jpg" width="400" /></a></div>Dalam perjalanan saya jelaskan kepada Prof. Siti Subandiyah mengapa saya tidak menjawab ketika beliau menanyakan apakah pohon JKS di kebun bibit tadi positif CVPD atau tidak. Saya juga jelaskan kenapa saya menjawab tidak ada ketika beliau menanyakan keberadaan <i>Diaphorina citri</i>. Sebab saya melihat kepala kebun sudah menunjukkan tanda-tanda tidak menerima kami dengan senang hati. Sebab yang berwenang menyatakan CVPD ada atau tidak, <i>Diaphorina citri</i> ada atau tidak hanyalah Kepala Dinas. Saya sampaikan kepada Prof. Siti Subandiah, "Ibu boleh seorang pakar CVPD, tetapi di sini yang berwenang adalah Kepala Dinas. Knowledge is no longer power, but power is knowledge. Maaf Ibu, di sini yang paling pintar itu bukan guru besar, tetapi pejabat". Lantas kami pun pulang, masing-masing dengan berdiam diri. Entah apa yang beliau pikirkan, tetapi saya terlalu lelah untuk memikirkan pejabat semacam ini. Saya pun tertidur.</div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />I W. Mudita (2011)<br /></div>citrusbiosecurityhttp://www.blogger.com/profile/00060261779881136415noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-90684771125068687932011-08-17T04:38:00.000-07:002011-08-17T05:15:48.282-07:00New Book: Managing Biosecurity Across Border<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://images.springer.com/cda/content/image/cda_displayimage.jpg?SGWID=0-0-16-913601-0"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 153px; height: 231px;" src="http://images.springer.com/cda/content/image/cda_displayimage.jpg?SGWID=0-0-16-913601-0" alt="" border="0" /></a><span style="mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" >This book works towards a strategy for managing plant biosecurity in complex contexts. Managing the risks that pests and diseases pose to plants of all kinds is a highly complex issue, made more so in an era where climate change is facing us on a daily basis. Borders between nations, regions and culturally distinct and diverse peoples provide the background for the multi-disciplinary but integrated research presented in this book. The policy, power-plays and vested interests of people from all sectors and tiers of society coming to grips with basic issues of securing their food supplies and cultural heritage provide the foreground in a drama that affects the lives of millions. To achieve change in such a context requires a strong evidence-base from science and social science, and this book makes the first, and a comprehensive contribution to this end.</span> <p class="MsoNormal"><span style="mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" > </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" >Regarding this book, Prof. Stephen Lansing of the University of Arizona said:</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left:35.45pt"><span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-bidi-mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" >Just to the north of Australia lie the islands of Wallacea, one of the world’s great biogeographical frontier zones. In this fascinating book, a multi-disciplinary team of Australian and Indonesian researchers reflect on the challenge of managing invasive species, pathogens and other threats across borders both geographic and disciplinary. Frontier zones often bring forth exciting innovations, and the authors have risen to the challenge with broad and incisive analyses ranging from plant pathology to gender, community empowerment and cross-cultural understanding. The whole is much greater than the sum of the parts, thanks to the commitment of the authors of case studies to engage in ongoing meta-analyses of the big questions that emerge at the borders of their disciplines.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" > </span></p> <p class="MsoNormal"><span style="mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" >One chapter in this book, Chapter 4, deals with HLB (CVPD) in West Timor, written by I Wayan Mudita, who for the last three years has intensively done field work in the region. The following is the title and abstract of Chapter 4:</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="mso-outline-level:1"><b><span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-bidi-mso-font-kerning:18.0pt; mso-fareast-language:EN-AUfont-family:Arial;" >Crossing the Community-Government Border: The Case of Citrus Biosecurity Management in West Timor, Indonesia </span></b></p> <p class="MsoNormal"><i><span style="mso-bidi-;font-family:Arial;" >Huanglongbing</span></i><span style=";font-family:Arial;" > (<i>HLB</i>) is currently threatening citrus biosecurity in West Timor, Indonesia, but the local governments retain their position that law has been enacted and efforts have been made in the best way possible to prevent incursions. In the case of research findings discussed in this chapter, local communities are in fact aware of threats posed by HLB and because the disease is graft transmissible, urge local governments to stop distributing grafted seedlings as part of planting area extension and intensified cultivation programme. However, local governments refuse, arguing that propagation of grafted seedlings by commercial nurseries makes inspection more manageable and the distribution programme will encourage growers to plant disease-free seedlings. In fact, the local governments lack the capability to strictly enforce the supervision and the ability in ‘listening’ to community voices. These prevent the local governments from being able to cope with citrus decline in the region regardless of years of efforts that have been made to extend planting areas and intensify citrus cultivation. The unwillingness of the local governments to communicate the problem with local communities has create an unseen social border that prevents local communities from being able to access the necessary information and from using their local knowledge to effectively deal with the incursion. To benefit the local communities, an alternative approach to citrus biosecurity management is discussed. The approach requires the local governments to acknowledge the presence of the disease and to adopt a policy that encourages all stakeholders, including local universities and the local office of the central quarantine agency, to participate in an effort to develop a management programme that is not only scientifically sound but also socially acceptable.</span></p><p class="MsoNormal">
<br /></p><p class="MsoNormal"><span style=";font-family:Arial;" ><a href="http://www.springerlink.com.ezproxy.cdu.edu.au/content/n68k670t71051621/fulltext.pdf">Download PDF (729.3 KB)</a> | <a href="http://www.springerlink.com.ezproxy.cdu.edu.au/content/n68k670t71051621/fulltext.html">View HTML</a> | <a href="https://s100.copyright.com/AppDispatchServlet?publisherName=Springer&imprint=Springer+Netherlands&publication=eBook&title=Crossing+the+Community-Government+Border%3a+The+Case+of+Citrus+Biosecurity+Management+in+West+Timor%2c+Indonesia&publicationDate=01%2f01%2f2011&author=I+Wayan+Mudita&AuthorEmail=mudita.undana%40gmail.com&authorAddress=CRC+for+National+Plant+Biosecurity%2c+Canberra%2c+ACT%2c+Australia&contentID=978-94-007-1411-3+%28Print%29+978-94-007-1412-0+%28Online%29&startPage=65&endPage=91&orderBeanReset=true&openAccess=false">Permisions and Reprints</a> | <a href="http://www.springerlink.com.ezproxy.cdu.edu.au/content/978-94-007-1411-3/#section=918468">Look Inside</a>
<br /></span></p>citrusbiosecurityhttp://www.blogger.com/profile/00060261779881136415noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-73194410360522235092011-07-15T21:52:00.000-07:002011-08-08T08:22:19.677-07:00Jeruk Keprok Soe: Penderitaan Dalam Gelimang Proyek (Bagian 2)<div class="MsoNormal"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">JKS bebas CVPD katanya karena pemerintah telah melarang bibit okulasi masuk dari luar NTT. Tetapi inang CVPD bukan hanya JKS, melainkan juga berbagai jenis jeruk lainnya. <span lang="EN-US">Mungkin saja JKS benar-benar telah diawasi, tetapi bagaimana dengan jeruk besar, siapa yang mengawasi pembibitan dan distribusi bibitnya? Bukankah inang CVPD, kutu loncat jeruk asia <i>Diaphorina citri</i>, dapat menularkan CVPD dari jeruk besar, apalagi dari jeruk keprok Hickson, ke JKS dan sebaliknya? Maka p</span>erhatikanlah gejala yang sama pada jeruk keprok Hickson (JKH) dan jeruk besar (JB) yang ditemukan di lapangan.</div></div><div class="MsoNormal"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">
<br /></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: #274e13; color: #fff2cc;"><b>Gejala pada Jeruk Keprok Hickson di BBI Oelbubuk</b></span></div></div></div><div class="MsoNormal"><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: #93c47d;">Gejala pada JKH: Pohon</span></div></div><div class="separator" style="clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwG58lzC6CjDZnqTyWfRc6vZH1hd8kLWdWqCSVfbob99nMkz8wsRMTzKbYGTROo2War3NVjFvx3bEtXfEfUEArRwCKK9oJFQqaR6LwmUgS8R36e-BOZ9eRfhTMq8LjCvkDiJilLVV5GGg/s400/hickson_leaves_05.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="215" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwG58lzC6CjDZnqTyWfRc6vZH1hd8kLWdWqCSVfbob99nMkz8wsRMTzKbYGTROo2War3NVjFvx3bEtXfEfUEArRwCKK9oJFQqaR6LwmUgS8R36e-BOZ9eRfhTMq8LjCvkDiJilLVV5GGg/s320/hickson_leaves_05.jpg" style="cursor: move;" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Pohon dengan cabang berdaun menguning bersebelahan dengan pohon sehat</div></div><div class="separator" style="clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">
<br /></div></div></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: #93c47d;">Gejala pada JKH: Daun</span></div></div><div class="separator" style="clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><a href="http://farm4.static.flickr.com/3393/5823901590_f10db4d3f5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://farm4.static.flickr.com/3393/5823901590_f10db4d3f5.jpg" width="267" /></a></div></div></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Daun menguning dengan tulang daun menebal tampak jelas</div></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">
<br /></div></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: #274e13; color: #fff2cc;"><b>Gejala pada Jeruk Besar di Lapangan</b></span></div></div></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white;">Gejala pada cabang dan daun jeruk besar dapat disimak pada tayangan slide berikut ini:</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, sans-serif; font-size: 13px;"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5629593632710350641%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26authkey%3DGv1sRgCK72o7rIsfH1UA%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><div class="separator" style="clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; text-align: center;"></div><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Slide di atas menyajikan gejala hanya pada sebagian saja dari berbagai jenis tanaman inang CVPD dan tanaman inang <i>Diaphorna citri</i>, serangga vektor CVPD. Di antara jenis-jenis jeruk, bibit tanaman jeruk nipis dan jeruk limo sangat biasa diperjualbelikan untuk ditanam di pekarangan rumah. Belum lagi tanaman kemuning yang biasa dibudidayakan sebagai tanaman hias.
<br />
<br />Lalu bagaimana dengan bibit okulasi yang katanya juga sudah diawasi dengan amat sangat ketat? Mari kita lihat mulai dari fasilitas BPMT yang tersedia, pohon induk populasi berlabel (berpeneng) yang dimiliki penangkar resmi, bibit yang ada di penangkaran, baik penangkar pemerintah maupun swasta, dan kemudian bibit berlabel yang didistribusikan ke desa-desa. Mungkin JKS memang telah benar-benar diawasi. </div></div><div class="MsoNormal"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">
<br /></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: #274e13; color: #fff2cc;"><b>Gejala pada Pohon Induk dan Bibit Okulasi</b></span></div></div><div style="text-align: center;"><div style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><div style="text-align: left;">Pohon induk merupakan sumber mata tunas yang ditempelkan pada batang bawah pada saat melakukan okulasi. Menurut ketentuan, pohon induk harus berada dalam BPMT yang dibangun sedemikian sehingga tidak dapat dimasuki oleh serangga vektor penyakit. Tetapi dengan alasan BPMT yang ada belum dapat memproduksi seluruh jumlah mata tunas yang diperlukan maka kemudian ditetapkan pohon induk di kebun petani atau di kebun penangkaran. Tetapi bagaimana mungkin pohon induk di luar BPMT tersebut dapat bebas dari serangan <i>Diaphorina citri</i> dan berbagai serangga vektor lainnya?</div><div style="text-align: left;">Slide berikut ini menayangkan BPMT di kebun dinas milik pemerintah kabupaten.</div><div style="text-align: left;"><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, sans-serif; font-size: 13px;"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5629607469420102241%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26authkey%3DGv1sRgCM3s8NyznPD6Vw%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></span></div><div style="font-family: arial,sans-serif; font-size: 13px; width: 4500px;"><span style="float: left;"><a href="https://picasaweb.google.com/mudita.live/MotherTreesAtKebunDinasOenali?authuser=0&authkey=Gv1sRgCM3s8NyznPD6Vw&feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></span>
<br /><div style="text-align: right;"><a href="http://picasaweb.google.com/lh/getEmbed?feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></div></div>Slide berikut ini menayangkan pohon induk berlabel (berpeneng) yang dimiliki oleh seorang penangkar resmi.</div><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, sans-serif; font-size: 13px;"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5629603790997950433%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26authkey%3DGv1sRgCKb6rY-S1MWiUQ%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></span>
<br /><div style="font-family: arial,sans-serif; font-size: 13px; width: 450px;"><span style="float: left;"><a href="https://picasaweb.google.com/mudita.live/MotherTreesAtFarmerOrchardsOrNurseries?authuser=0&authkey=Gv1sRgCKb6rY-S1MWiUQ&feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></span>
<br /><div style="text-align: right;"><a href="http://picasaweb.google.com/lh/getEmbed?feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></div></div><div style="text-align: left;">Slide berikut ini menayangkan bibit okulasi yang diproduksi oleh penangkar dinas maupun penangkar kelompok dan bibit berlabel yang disebarkan pemerintah kabupaten ke desa-desa.</div><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, sans-serif; font-size: 13px;"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5629596361529323249%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26authkey%3DGv1sRgCKSQouG1_IjZNg%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></span>
<br /><div style="font-family: arial,sans-serif; font-size: 13px; width: 450px;"><span style="float: left;"><a href="https://picasaweb.google.com/mudita.%7Cive/BibitOkulasiDiPenangkaran?authuser=0&authkey=Gv1sRgCKSQouG1_IjZNg&feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></span>
<br /><div style="text-align: right;"><a href="http://picasaweb.google.com/lh/getEmbed?feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></div></div></div></div>
<br /><div style="text-align: left;">Keputusan melakukan rehabilitasi mungkin memang tepat. Tetapi bagaimana mungkin itu dilakukan bila penyakit tidak diperhatikan, bila jenis-jenis jeruk lain sebagai inang CVPD dan <i>Diaphorina citri</i> tidak diperhatikan? Lebih-lebih lagi bila CVPD justeru dirahasiakan supaya proyek pengembangan dapat terus didanani dan penjualan bibit okulasi terus dapat dilakukan ke luar daerah? Alih-alih merehabilitasi, yang terjadi justeru menyebarkan penyakit.</div></div>
<br /><div style="text-align: left;"><span lang="EN-US">Sekali lagi selamat berlokakarya, mari kita lihat nanti apakah JKS benar-benar akan mengalami rehabilitasi atau justeru lebih banyak mati. Silahkan melihat jangan hanya dengan mata biasa, tetapi juga dengan mata hati.</span></div></div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-74976800637182014902011-07-15T08:57:00.000-07:002011-07-16T22:18:07.267-07:00Jeruk Keprok Soe: Penderitaan Dalam Gelimang Proyek (Bagian 1)Proyek pengembangan jeruk keprok soe (JKS) berlanjut dari tahun ke tahun, mulai dari Proyek Kabkodya tahun 1970-an, OECF, Winrock, BLM, dan entah apa lagi. Tapi mari kita saksikan, bagaimana nasib JKS dalam gelimangan proyek atas nama pengembangan (dan kini rehabilitasi?) itu.<br />
<br />
Katanya JKS bebas CVPD, tapi coba kita simak baik-baik foto gejala berikut ini sebelum kemudian bersikukuh bahwa JKS bebas CVPD. Pertama-tama. Simak foto gejala CVPD yang diplublikasikan oleh Bove (2006). Kemudian, perhatikan foto gejala lapangan pada pohon, ranting dan daun, dan buah JKS. Selanjutnya lihat pula hasil uji PCR yang dilakukan di universitas ternama di Pulau Jawa.<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b style="background-color: #274e13;"><span class="Apple-style-span" style="color: #fff2cc;">Gejala CVPD Menurut Bove (2006)</span></b></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Untuk melihat gejala CVPD menurut Bove (2006), silahkan simak tayangan slide berikut ini:</div><div style="font-family: arial,sans-serif; font-size: 13px; width: 450px;"><div><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5527798615502754097%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></div><span style="float: left;"><a href="https://picasaweb.google.com/mudita.live/HLBSymptomsAccordingToBove2006?authuser=0&feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></span><br />
<div style="text-align: right;"><a href="http://picasaweb.google.com/lh/getEmbed?feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></div></div><div style="text-align: center;"><b style="background-color: #274e13;"><span class="Apple-style-span" style="color: #fff2cc;">Gejala pada JKS di Lapangan</span></b><br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white;">Gejala pada Pohon JKS</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Gejala pada pohon JKS di lapangan dapat dilihat pada tayangan slide berikut ini:</div><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, sans-serif; font-size: 13px;"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5629569954397500833%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26authkey%3DGv1sRgCOi3jvPq3o3YDQ%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></span><br />
<div style="font-family: arial,sans-serif; font-size: 13px; width: 450px;"><span style="float: left;"><a href="https://picasaweb.google.com/mudita.live/HLBSymptomsOnOrchardTreesOfKeprokSoeMandarin?authuser=0&authkey=Gv1sRgCOi3jvPq3o3YDQ&feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></span><br />
<div style="text-align: right;"><a href="http://picasaweb.google.com/lh/getEmbed?feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></div></div><div style="text-align: center;">Gejala pada Daun JKS</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Gejala pada daun JKS di lapangan dapat dilihat pada tayangan slide berikut ini:</div><span class="Apple-style-span" style="font-family: arial, sans-serif; font-size: 13px;"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5629561039570873841%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26authkey%3DGv1sRgCLvitp-CxODwUA%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></span><br />
<div style="font-family: arial,sans-serif; font-size: 13px; width: 450px;"><span style="float: left;"><a href="https://picasaweb.google.com/mudita.live/HLBSymptomsOnLeavesOfKeprokSoeMandarin?authuser=0&authkey=Gv1sRgCLvitp-CxODwUA&feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></span><br />
<div style="text-align: right;"><a href="http://picasaweb.google.com/lh/getEmbed?feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></div></div><div style="text-align: center;">Gejala pada Buah JKS<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div>Gejala pada buah JKS di lapangan dapat dilihat pada tayangan slide berikut ini:<br />
<div style="font-family: arial,sans-serif; font-size: 13px; width: 450px;"><div><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=https%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5629581078254054945%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26authkey%3DGv1sRgCJvhrPTkn-b6fQ%26hl%3Den_US" height="310" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="https://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="450"></embed></div><span style="float: left;"><a href="https://picasaweb.google.com/mudita.live/HLBSymptomsOnFruitsOfKeprokSoeMandarin?authuser=0&authkey=Gv1sRgCJvhrPTkn-b6fQ&feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></span><br />
<div style="text-align: right;"><a href="http://picasaweb.google.com/lh/getEmbed?feat=flashalbum" style="color: #3964c2;"></a></div></div></div><br />
Lalu, foto berikut adalah hasil uji PCR sebagian dari sampel yang diambil di pusat produksi JKS. Tanda garis hitam di bawah nomor sampel menunjukkan bahwa sampel JKS tersebut positif CVPD.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFYdjuGcxHaWJxdCyZNJkkPAldsBwBI0kKiFx6bheMgUTLXBTDHLZySyZr-er2dmNyrd5MFXIH3nzOiM1NMjPUpfaov48VsHlHKGLSUwPMLH0Ct7yzZXDh12Tcwk-GHu-t2uScmHwNFQc/s144/pcr_ugm_result.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="155" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFYdjuGcxHaWJxdCyZNJkkPAldsBwBI0kKiFx6bheMgUTLXBTDHLZySyZr-er2dmNyrd5MFXIH3nzOiM1NMjPUpfaov48VsHlHKGLSUwPMLH0Ct7yzZXDh12Tcwk-GHu-t2uScmHwNFQc/s400/pcr_ugm_result.jpg" width="400" /></a></div><br />
Setelah menyimak tayangan slide di atas maka keputusan melakukan rehabilitasi mungkin memang harus dilakukan. Tetapi bagaimana mungkin itu dilakukan bila penyakit tidak diperhatikan, lebih-lebih bila justeru dirahasiakan supaya proyek pengembangan dapat terus didanani dan penjualan bibit okulasi terus dapat dilakukan ke luar daerah? Alih-alih merehabilitasi, yang terjadi justeru menyebarkan penyakit.<br />
<br />
Selamat berlokakarya, mari kita lihat nanti apakah JKS benar-benar akan mengalami rehabilitasi atau bahkan lebih banyak mati. Silahkan melihat bukan hanya dengan mata biasa, tetapi juga dengan mata hati.guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-54655040732908688572011-07-02T08:05:00.000-07:002011-07-15T09:24:23.307-07:00Selamat Datang Para Peserta Lokakarya Rehabilitasi Agribisnis Jeruk Keprok Soe di Hotel Kristal, Kupang, 21 Juli 2011<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: right;"><i>Be who you are and say what you feel because </i></div><div style="text-align: right;"><i>those who mind don't matter and </i></div><div style="text-align: right;"><i>those who matter don't mind.</i></div><div style="text-align: right;">Theodor Seuss Geisel,</div><div style="text-align: right;">penulis, penyair, dan kartunis Amerika</div><div style="text-align: right;">“Horton Hears a Who” </div><br />
Di tengah-tengah sedang menulis disertasi mengenai “citrus biosecurity governance and community engagement in West Timor”, untuk mengusir jenuh, saya iseng-iseng berselancar di Internet guna mencari informasi mengenai CVPD di Indonesia. Pada mulanya topik disertasi saya adalah ketahanan hayati (biosecurity) jeruk secara umum, tetapi karena kasus yang saya temukan di lapangan maka lembaga penyandang beasiswa saya, <a href="http://www.crcplantbiosecurity.com.au/"><i>Cooperative Research Centre for National Plant Biosecurity</i></a> (CRCNPB), mendorong saya untuk memfokuskan penelitian saya pada penyakit huanglongbing (HLB, yang dahulu dikenal sebagai citrus greening, dan di Indonesia sebagai CVPD, <i>Citrus Vein Phloem Degeneration</i>). Maka, dengan niat mencari informasi mengenai penyakit ini, sampailah saya di situsnya Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro). Di situs tersebut, saya menemukan tayangan bahwa akan dilaksanakan Workshop Rencana Aksi Rehabilitasi Agribisnis Jeruk Keprok SoE yang Berkelanjutan untuk Subtitusi Impor di NTT. Sebagai orang yang sedang meneliti “jeruk keprok soe”, tentu saja saya senang bahwa memang banyak yang masih peduli terhadap nasib jeruk asli Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU ini, yang selama ini dinyatakan baik-baik saja oleh pemerintah, meskipun kenyataan di lapangan jauh berbeda.<br />
<br />
Namun setelah mengklik tautan (link) workshop tersebut, rasa senang saya terhadap “ada pihak yang peduli” menjadi berubah. Saya pun kemudian berpikir, peduli memang bisa mengandung banyak makna. Dahulu, ketika saya baru datang di Kupang, senior saya pernah bergurau, “Orang miskin berpikir besok apa makan. Sesudah keadaan ekonominya membaik, dia berpikir besok makan apa. Kemudian, setelah semakin mapan dia berpikir makan di mana. Setelah benar-benar mapan dia akan berpikir besok makan siapa”. Lalu apa hubungannya ini dengann lokakarya rencana aksi rehabilitasi “jeruk keprok soe” ini? Sepintas memang tidak ada, tetapi cobalah kita kaitkan dengan kata peduli tadi. Apakah benar-benar peduli kepada nasib “jeruk keprok soe” itu sendiri (makan “JKS” di mana), peduli terhadap petani yang membudidayakannya (apa masih bisa makan “JKS”), peduli kepada pihak-pihak yang memperoleh keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan “jeruk keprok soe” (makan bibit JKS milik siapa)?. Saya memang tidak apriori bahwa niat pihak-pihak yang menggagas lokakarya ini tentu sangat mulia, tetapi bukan tidak mungkin niat mulia ini lantas ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang menggunakan kewenangan (baca kekuasaan) untuk tujuan pribadi.<br />
<br />
Penelitian saya pada mulanya saya rencanakan biasa-biasa saja, asal memenuhi syarat sebagai penelitian disertasi. Sebagai orang yang berlatar belakang pendidikan sains (ilmu-ilmu alam), saya pun menggunakan metodologi penelitian kuantitatif dengan paradigma positivisme bahwa kebenaran ilmiah haruslah netral. Kata teman-teman saya, kebenaran ilmiah itu harus obyektif. Tetapi setelah bolak-balik berkonsultasi dengan komisi pembimbing, saya akhirnya sadar bahwa kebenaran ilmiah yang obyektif itu, yang tidak memihak itu, menjadi sangat naif untuk digunakan meneliti “kaum tertindas” (kaum yang menjadi siapa dalam konteks besok makan siapa). Saya pun kemudian berusaha keras mempelajari paradigma penelitian kritis (critical inquiry) yang berbasis teori kritis (critical theory), sebelum akhirnya bisa merasakan, betapa pahit nasib petani dan penangkar bibit “jeruk keprok soe” itu. Bahkan, nama “jeruk keprok soe” sendiri menunjukkan, kesengajaan untuk tidak mengakomodasi semua pihak, karena di lapangan saya menemukan bahwa jeruk keprok yang sekarang dinakaman “jeruk keprok soe” ini, sebenarnya juga asli Kabupaten TTU, bukan hanya milik Kabupaten TTS yang beribukota Soe. <br />
<br />
Ah, “Apalah arti sebuah nama? ("<i>What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.</i>"), mungkin para positivis (penganut paradigma positivisme) akan mengatakan bahwa jeruk keprok soe, meskipun disebut dengan nama lain tetap jeruk keprok yang itu juga, mengutip dialog dalam pementasan drama Romeo and Juliet-nya Shakespeare. Tetapi bagi kaum tertindas, nama itu sungguh sangat penting karena oleh para penguasa dapat dijadikan instrumen untuk melakukan pilih kasih, instrumen diskriminasi. Seorang penangkar merangkap petani jeruk di Kabupaten TTU mengatakan kepada saya:<br />
<div style="background-color: #d9ead3;"><i>Biar sudah jeruk keprok soe hancur Pak, biar kami tanaman jeruk cina saja. Jeruk keprok soe itu Pak... diambil paksa dari kami. Aslinya sebenarnya jeruk cina, jeruk nenek moyang kami di sini juga, bukan hanya milik orang sana </i>[orang di kabupaten TTS]<i>. Tapi pemerintah suruh okulasi dan kemudian kasi nama soe. Karena itu Pak, biar sudah dia hancur.... </i></div>Saya pun menelusuri sedikit sejarah mengenai asal muasal “jeruk keprok soe” ini, bukan hanya sejarah lisan dengan mewawancarai beberapa tokoh adat kemudian menuliskannya “diberikan sebagai hadiah oleh pedagang Cina kepada usif yang kemudian menanam di dekat sonaf di desa Tobu”, tetapi melengkapi dengan mencari bukti-bukti tertulis mengenai sebaran geografis jeruk dan proses penyebaran jeruk keprok. Nyatanya, tidak ada bukti kuat yang mendukung bahwa jeruk keprok yang ada di Timor Barat ini hanya ada di Kabupaten TTS (sehingga diberi embel-embel soe).<br />
<br />
Di lapangan saya melakukan wawancara mendalam dengan petani jeruk, dengan penangkar, dengan tokoh adat, dengan unsur pemerintah. Mereka ini terdiri atas orang-orang petani jeruk, penangkar jeruk, dan para tokoh yang sudah bergumul dengan jeruk sejak sebelum jeruk keprok di Timor Barat ini “dipedulikan” (karena belum cukup bergengsi untuk dimakan di mana) oleh siapapun (pihak-pihak yang sekarang paling keras mengatakan peduli). Tentu saja nama mereka, atas nama penelitian kritis, tidak dapat saya sebutkan di sini karena dapat menjadi korban kekuasaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penangkar:<br />
<div style="background-color: #d9ead3; text-align: left;"><i>Beta sebenarnya ingin buka semuanya Pak, biar semua terbuka </i>[matanya]<i> terhadap nasib yang kami </i>[para penangkar]<i> alami... Tapi kami hanya orang kecil Pak, kami ini ada yang atur, ada yang kendalikan ... yang datang dengan oto untuk ambil bibit kami dengan murah dan kemudian menjualnya untuk proyek dengan harga mahal...</i></div>Seorang tokoh adat di sebuah desa yang menjadi lokasi proyek pengembangan (dalam lokakarya menjadi rehabilitasi, yang berarti mengakui telah hancur sebelumnya) “jeruk keprok soe” mengeluh:<br />
<div style="background-color: #d9ead3;"><i>Sebenarnya kami sudah tidak mau lagi Pak...tidak mau tanam bibit okulasi... karena untuk apa kami tanam ... sebentar lagi mati juga sebelum menghasilkan apa-apa. Tapi Pak, mereka tidak akan dengar kami... karena yang datang itu orang pintar semua ... Pintar Pak, pintar bikin kami di kampung susah ... suruh tanam bibit okulasi tapi sebentar nanti semua juga mati. Mati Pak! Coba kalau bibit yang dibagikan dari dahulu itu hidup semua, bukan hanya daratan yang sudah penuh dengan jeruk, tapi laut juga...</i></div><br />
Atas nama keseimbangan sumber informasi, saya juga mewawancarai pihak pemerintah. Sungguh sangat menyenangkan saya mendengarkan komentar beliau ini:<br />
<div style="background-color: #d9ead3;"><i>Kurang apa lagi Pak, kami ini? Kami sudah membuat berbagai program pengembangan jeruk keprok ini. Kami telah membentuk kelompok tani, juga kelompok penangkar. Semuanya kami danai...kami berikan uang... bantuan pemerintah. Kami sudah sejak lama membagikan anakan jeruk ke desa-desa, membagikan dengan cuma-cuma, mereka </i>[petani]<i> tinggal menanam saja. Tapi mereka kurang berusaha keras...</i></div>Tentu saja saya tidak serta merta setuju, sebab setelah melakukan wawancara dengan ketua dari sekian banyak kelompok yang telah dibentuk itu ternyata:<br />
<div style="background-color: #d9ead3;"><i>Benar Pak, kami menerima bantuan... tapi harus membeli bibit okulasi Pak ... jeruk keprok soe ini ... tidak bisa kami menanam jeruk cina </i>[jeruk keprok yang sama tetapi ditanam langsung dari biji]<i>. Banyak yang mati Pak ... tidak tahu karena apa ... kami hanya dikasi tahu penyakit busuk ... busuk diplodia ... disuruh oles batang jeruk dengan bubur ... apa itu ... bubur kalifornia ... ya Pak, bubur kalifornia ... tapi setelah kami oles, bukannya menjadi sembuh ... malah mati lebih cepat...</i></div>Mungkin saja petani ini tidak menggunakan bubur kalifornia ini dengan tepat. Tetapi mungin juga bubur kalifornia bukan yang seharusnya digunakan kalau penyakitnya ternyata bukan busuk diplodia, sebagaimana dikatakan oleh seorang pensiunan yang menekuni pekerjaan sebagai penangkar sudah puluhan tahun:<br />
<div style="background-color: #d9ead3;"><i>Kalau Bapak saja sudah dikatakan tidak berkompeten, apalagi saya Pak ... saya ini orang bodoh karena pendidikan saya tidak di bidang pertanian ... tapi saya sudah puluhan tahun menggeluti usaha penangkaran ini ... saya melihat itu Pak ... gejalanya memang CVPD sudah... Bukan kami yang harus membuktikan Pak... bukan Pak juga ... mereka itu yang punya kuasa ... punya kepentingan besar juga ... mereka bisa tes itu di lab, bukan di lab pemerintah, kalau berani di lab independen... </i></div>Saya hanya bisa mangut-mangut saja. Dalam hati saya merasa perih, Bapak ini masih terlalu polos. Dia tidak “sadar” bahwa kalau CVPD dinyatakan ada maka bisnis pembibitan “jeruk keprok soe” miliknya juga akan kena dampaknya, akan kekurangan pembeli. Sebab bila dinyatakan CVPD telah ada maka bibit okulasi “jeruk keprok soe” tidak bisa lagi disebarkan ke luar Timor Barat. Tentu saja dampak yang lebih besar akan dialami bukan oleh Bapak penangkar yang lugu ini, tetapi oleh Bapak-bapak pintar yang memanfaatkan si Bapak lugu untuk, dengan menggunakan wewenang (kekuasaan), dapat membeli bibit okulasi dengan harga murah dan kemudian menjualnya dengan harga mahal ke proyek yang dirancangnya untuk membagikan bibit ke desa-desa.<br />
<br />
Maka ketika saya kembali ke kampus dan seorang mahasiswa menanyakan kepada saya mengenai CVPD ini, apa penyebabnya, bagaimana penyebarannya, dan seterusnya, saya hanya berkomentar pendek saja:<br />
<div style="background-color: #d9ead3;"><i>Apa gunanya kita pusing mengetahui penyebabnya, penularannya, toh setelah kalian tahu, kalian tidak bisa berbuat apa-apa. Karena pemerintah sudah mengatakan dengan tegas, bahwa “jeruk keprok soe” sampai kini </i>[dan mungkin juga akan sampai kapan pun sepanjang itu hanya maunya]<i> bebas CVPD...</i></div>Terlalu berlebihan? Tidak juga, sebab seorang pejabat dengan telah menyatakan di media masa bahwa dengan telah diterbitkannya peraturan daerah mengenai pelarangan impor bibit jeruk maka CVPD tidak mungkin datang ke Timor Barat ini. Seandainya saja <i>Candidatus</i> Liberibacter asiaticus, si bakteri penyebab CVPD ini bisa membaca peraturan daerah ini, mungkin bisa benar juga mereka ada yang tidak berani datang. Tapi bukan tidak mungkin juga ada bakteri <i>Ca.</i> Liberibacter asiaticus ini yang telah terlanjur masuk sebelum ada peraturan daerah. Atau, siapa tahu memang benar apa yang diungkapkan oleh seorang penangkar:<br />
<div style="background-color: #d9ead3;"><i>Pertama kali memang ketat Pak, diperiksa semua ... tapi lama-lama ... setelah jadi teman... semua jadi gampang Pak... asal jangan lupa kasi </i>[memberikan]<i> oleh-oleh untuk beli rokok...</i></div>Berbagi oleh-oleh di antara sesama teman memang tidak salah, tetapi kalau kemudian itu dilakukan di antara pohon jeruk yang semua merangas, pemandangannya tentu menjadi kurang elok (meski penangkar tadi menambahkan, “itu saya lakukan sebelum ada TAP MPR tentang anti KKN Pak”).<br />
<br />
Lalu, bila peraturan daerah memang benar telah dapat mencegah masuknya bakteri Ca. Liberibacter asiaticus ini dari luar, apakah di dunia ini kita bisa sedemikian egois, melarang CVPD masuk dan kemudian tega menularkan ke daerah lain? Ah siapa yang pusing, “Besok makan siapa?” jauh lebih penting. Semua mungkin tidak lupa, ketika masih murid kita diajar peristiwa makan memakan dan kemudian ketika menjadi mahasiswa kita diajar rantai makanan atau jejaring makanan. Dan kini, di tayangan TV, orang getol berbicara jejaring kehidupan. Mahluk hidup memang harus makan untuk bisa bertahan hidup. Belalang sembah betina bukan hanya memangsa jenis serangga lain, tetapi jantan pasangannya sendiri langsung setelah melakukan hubungan jantan betina (kalau orang disebut hubungan suami istri). Di kalangan manusia, meskipun manusia sejatinya adalah juga omnivor alias pemakan segala macam, hanya nurani yang dapat membebaskan kita dari menjadi predator atas sesama. Mengikuti lokakarya memang penting, tetapi mungkin untuk bisa menyelamatkan nasib jeruk keprok di Timor Barat ini kita justeru lebih membutuhkan nurani. Selebihnya, mari kita lihat saja nanti, apakah “jeruk keprok soe” memang akan mengalami rehabilitasi atau justeru menerima nasib yang sama dengan apel.<br />
<br />
Kepada penyelenggara dan peserta lokakarya, dari seberang lautan tempat saya belajar untuk meneliti dengan memberikan keberpihakan kepada yang tertindas, saya menyampaikan selamat melaksanakan lokakarya. Semoga dengan lokakarya berparadigma positivisme ini, atau juga mungkin pasca-positivisme, jeruk keprok asli Timor Barat dapat benar-benar dipedulikan. Kalau saya boleh menyarakan, sebagaimana seharusnya sebuah lokakarya, sebagaimana yang awal tahun ini saya ikuti di Malang dan Yogyakarta dengan dukungan ACIAR dan Crawford Fund, sebaiknya jangan hanya ngomong di hotel berbintang. Cobalah tengok ke lapangan dan ajak orang dari lapangan, baru kemudian ngomong. Kalau pun kemudian ke lapangan, jangan hanya ke desa-desa lokasi “proyek” seperti desa Ajaobaki, tetapi tengoklah juga ke desa Netpala, desa Kuanfatu, desa Basmuti, desa Fatumnutu, desa Lemon, desa Sallu ... Maka akan tampak bagaimana wajah “jeruk keprok soe” sesungguhnya supaya nanti hasil lokakarya benar-benar “berkelanjutan untuk subtitusi impor di NTT”, bukan untuk “substitusi kayu bakar” dari hutan menjadi dari pohon jeruk mati. Bukan untuk menyelamatkan hutan tentu saja, sebab hutan yang ada juga memang telah sejak jadul (jaman dahulu) gundul.</div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-30185913505532518712011-07-01T08:38:00.000-07:002011-07-12T07:46:30.194-07:00Pengembangan Sistem Deteksi dan Peringatan Dini Ketahanan Hayati Jeruk Melalui Implementasi Komunikasi Seluler dan SIG di Dataran Tinggi Timor BaratAbstrak Tesis S2<br />
<br />
Oleh:<br />
Remi L. Natonis<br />
<br />
Ir. Vincent Tarus, M.Sc., Ph.D., Pembimbing I. <br />
Ir. R. Pellokila, M.Sc., Ph.D., Pembimbing II. <br />
<br />
Program Pascasarjana Universitas Nusa Cendana<br />
<br />
Ketahanan hayati tumbuhan (plant biosecurity) merupakan pendekatan baru untuk menjamin agar tumbuhan dapat aman (secure) dari gangguan yang ditimbulkan oleh berbagai organisme penggangu tanaman (OPT). Berbeda dengan PHT, dengan ketahanan hayati pengendalian OPT dilakukan bukan hanya OPT telah melintasi batas (border) dan berada di dalam batas (post-border), tetapi juga ketika masih berada di luar batas (pre-border). Dalam kaitan dengan pendekatan ini, sampai saat ini pemerintah, baik Pemerintah Provinsi NTT maupun Pemerintah Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU, belum mengakui keberadaan CVPD pada JKS. Dengan tidak mengakui keberadaan penyakit yang sangat berbahaya ini, pemerintah bukan hanya belum mengikuti perkembangan dalam menghadapi ancaman OPT, tetapi juga telah mengabaikan kebijkan nasional perlindungan tanaman yang didasarkan pada sistem PHT. Menurut sistem PHT, pemerintah perlu mendorong masyarakat untuk melakukan pemantauan ekosistem sebagai dasar pengambilan kebijakan perlindungan tanaman. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi keberadaan CVPD pada JKS, mendorong partisipasi masyarakat untuk melakukan deteksi dini, dan kemudian, setelah data laporan deteksi dini oleh masyarakat dianalisis dengan bantuan SIG, menentukan tingkat partisipasi masyarakat melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan. <br />
<br />
Penilitian ini dilaksanakan di kabupaten TTS, yaitu di desa Fatumnasi, desa Ajoebaki, desa Oelbubuk dan desa Binaus, dan di kabupaten TTU, yaitu di desa Lemon, sejak pertengahan tahun 2008 sampai Oktober 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian campuran (mixed methods research) untuk menggabungkan komponen kualitatif dan kuantitatif. Penggabungan kedua komponen tersebut dilakukan dengan menggunakan paradigma baru teori kritis (critical theory) sebagai paradigma yang mengedepankan keberpihakan kepada yang lemah untuk mendorong terjadinya perubahan. Penggabungan komponen kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan paradigma baru teori kritis tersebut dilakukan dengan rancangan model campuran kompleks transformatif paradigma baru (transformative, new paradigm complexl mixed model designs). Komponen penelitian ini mencakup pemahaman rona lingkungan, pemahaman permasalahan ketahanan hayati jeruk, perancangan sistem pakar, dan penggalangan partisipasi masyarakat. Data yang digunakan terdiri atas data primer yang dikumpulkan sendiri dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai pihak lain. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode yang sesuai untuk data kualitatif dan data kuantitatif, sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dari sumber-sumber pemerintah maupun laporan penelitian lain. Data dianalisis dsesuai dengan karakteristik data dengan menggunakan teknik-teknik analisis kualitatif dan kuantitatif untuk data atribut dan dengan teknik analisis SIG untuk data spasial.<br />
<br />
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen lingkungan fisik dan hayati di pusat produksi JKS di wilayah Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU sebenarnya sesuai untuk pengembangan JKS. Namun demikian, upaya pengembangan yang selama ini telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi NTT maupun pemerintah kedua kabupaten tersebut ternyata belum dapat memenuhi harapan yang paling mendasar dari masyarakat, yaitu jangan sampai JKS mengalami nasib yang sama dengan apel di kedua kabupaten tersebut. JKS ternyata bukan hanya menderita penyakit busuk diplodia dan busuk phytophthora, melainkan juga penyakit CVPD yang, ironisnya, justeru tidak diakui oleh pemerintah. Dengan tidak mengakui keberadaan penyakit ini, pemerintah terus dapat melaksanakan program pembagian bibit okulasi ke desa-desa dan juga memasarkan bibit yang sama ke luar daerah. Namun program pembagian dan pemasaran bibit okulasi ini justeru membantu menyebarkan CVPD secara diam-diam tanpa tersentuh oleh program pengendalian, sebagaimana halnya orang miskin tidak mempunyai KTP yang tidak mendapat pembagian beras untuk orang miskin (RASKIN) dan bantuan langsung tunai (BLT). Pada pihak lain, penelitian ini telah berhasil menunjukkan bahwa seandainya pemerintah bersedia mengakui keberadaan CVPD maka dapat dilakukan penggalangan partisipasi menyarakat untuk melakukan deteksi dini. Deteksi dini secara partisipatori ini dimungkinkan dengan dukungan pesan singkat untuk penyampaian laporan dari petani dan penyampaian rekomendasi kepada petani serta SIG untuk melakukan analisis data guna menghasilkan rekomendasi yang diperlukan.guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-84968612080684417642011-06-21T19:45:00.000-07:002011-06-21T19:54:01.125-07:00Faktor Lingkungan dalam Segitiga Penyakit, Bukan Hanya Lingkungan Fisik<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div xmlns="http://www.w3.org/1999/xhtml">Ketika mempelajari Ilmu Penyakit tumbuhan kita diajar bahwa perkembangan penyakit tumbuhan ditentukan oleh interaksi tiga faktor, yaitu patogen (penyebab penyakit), tanaman inang, dan faktor lingkungn. Agar suatu penyakit dapat berkembang maka harus ada patogen yang virulen (bisa menimbulkan penyakit), tanaman inang yang rentan (mudah menjadi sakit), dan lingkungan yang mendukung (memungkinkan patogen menimbulkan penyakit dan memungkinkan tanaman menjadi sakit). Interaksi ketiga faktor tersebut biasa disebut segitiga penyakit. Di antara ketiga faktor tersebut, tidak ada yang lebih penting atau kurang penting, sebab kalau salah satu tidak tersedia maka penyakit tidak akan berkembang.<br />
<br />
Ketika mempelajari pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit, yang selama ini kita dapat dari mengikuti kuliah dosen atau dari membaca buku teks dan jurnal adalah lingkungan fisik. Suhu adalah lingkungan fisik yang paling umum dijelaskan pengaruhnya terhadap perkembangan penyakit tumbuhan. Pengaruh suhu bersifat kardinal, artinya penyakit berkembang dalam kisaran suhu minimum dan maksimum tertentu dan menjadi optimal pada suhu tertentu dalam kisaran tersebut. Faktor kedua yang juga banyak dijelaskan pengaruhnya adalah kelembaban udara dan kebasahan permukaan daun. Banyak yang mengira bahwa penyakit sangat dipengaruhi perkembangannya oleh kelembaban udara, padahal untuk penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur yang lebih menentukan adalah periode kebasahan daun. Selain lingkungan fisik, juga dapat diperoleh penjelasan mengenai lingkungan hayati, misalnya pengaruh mikroba parasitik dan antagonistik. Dalam mempelajari pengaruh faktor lingkungan, jarang dapat diperoleh penjelasan mengenai pengaruh faktor lingkungan sosial, padahal lingkungan sosial adalah juga bagian dari faktor lingkungan. Padahal, tidak mungkin ada budidaya tanaman kalau tidak ada campur tangan manusia.<br />
<br />
Sebagaimana halnya dengan lingkungan fisik dan lingkungan hayati, pengaruh lingkungan sosial sebenarnya juga sangat menentukan. Hal ini dapat terjadi karena pertama-tama pemerintah mempunyai wewenang menentukan kebijakan perlindungan tanaman, termasuk pengendalian penyakit tanaman. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, kebijakan tidak hanya dibuat oleh pemerintah pusat, tetapi juga oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Karena itu, bukan tidak mungkin kebijakan yang dibuat oleh hierarki pemerintahan yang berbeda tersebut dapat saling berbenturan satu sama lain. Ambil saja contoh kebijakan mengenai penyakit CVPD pada jeruk. Pemerintah pusat sangat berkepentingan untuk membatasi pemencaran penyakit ini melalui penerapan kebijakan yang ketat dalam hal perbenihan jeruk dan karantina tanaman. Akan tetapi, dengan keinginan untuk menjadikan kultivar (varietas budidaya) jeruk lokal sebagai unggulan, pemerintah provinsi atau kabupaten/kota dapat membuat kebijakan yang berbeda, di antaranya dengan membuat kebijakan satu pintu bahwa yang boleh menentukan CVPD itu ada atau tidak hanyalah pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Dalam kebijakan satu pintu ini bahkan uji laboratorium untuk memastikan keberadaan CVPD, misalnya uji PCR (Polymerase Chain Reaction), harus dilakukan di laboratorium yang direkomendasikan pemerintah, bukan di laboratorium yang independen. <br />
<br />
Sepanjang pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan menyatakan bahwa jeruk yang ada di daerahnya bebas CVPD maka pihak lain yang menyatakan bahwa CVPD sudah ada diposisikan sebagai pihak "oposisi" yang tidak berkompeten. CVPD yang tidak diakui keberadaannya tersebut, ibaratnya orang miskin, kalau tidak mempunyai KTP maka tidak akan memperoleh bantuan RASKIN maupun BLT. Sebagaimana halnya orang miskin yang tidak mempunyai KTP, CVPD yang tidak diakui pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tersebut bukan berarti memang benar-benar tidak ada. Berbeda dengan orang miskin yang tidak memperoleh RASKIN atau BLT karena tidak mempunyai KTP, yang harus menempuh berbagai cara untuk melangsungkan hidup, CVPD yang tidak diakui pemerintah justeru dapat berkembang lebih leluasa. Mengapa demikian? Karena dengan tidak mengakui keberadaan CVPD maka bibit jeruk dari wilayah dengan keberadaan CVPD yang tidak diakui pemerintah setempat tersebut menjadi legal untuk disebarkan ke mana-mana. Karena dengan tidak mengakui keberadaan CVPD maka pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan menjadi merasa tidak harus memberikan penyuluhan mengenai CVPD. Karena petani dan penangkar bibit tidak pernah mendapat penyuluhan mengenai CVPD maka mereka tidak tahu CVPD itu apa dan bagaimana bahayanya.<br />
<br />
Lalu apa sebenarnya untungnya pemerintah provinsi atau kabupaten/kota tidak bersedia mengakui keberadaan CVPD? Pertama, tentu saja karena tidak mau dikatakan gagal. Sebab kalau sampai dikatakan gagal, ikutannya akan sangat banyak. Justeru, ikutannya ini yang kemudian menjadi faktor yang lebih menentukan. Proyek pengembangan jeruk yang didanai pemerintah pusat mungkin akan dihentikan. Kalau proyek dihentikan maka perjalanan dinas untuk konsultasi ke Jakarta menjadi tidak ada, honor proyek menjadi tidak ada, dan yang lebih mengkhawatirkan, omzet pekerjaan sampingan sebagai maklar bibit menjadi berkurang. Jangan dikira pekerjaan sebagai maklar bibit ini tidak menggiurkan. Bayangkan saja berapa keuntungan yang dapat diperoleh bila membeli bibit dari penangkar dengan harga Rp 1.500 dan kemudian menjualnya ke proyek dengan harga Rp 5.000,- dari ratusan ribu bibit yang diperlukan proyek setiap tahunnya. Lalu bagaimana dengan risiko menularkan penyakit sehingga menyebabkan tanaman jeruk petani hancur? Itu mudah saja, salahkan saja petani sebagai pihak yang bodoh dan pemalas; tidak mau memelihara tanaman yang bibitnya sudah dibagikan pemerintah dengan gratis. Bukan salahnya petani kalau bibit yang dibagikan sebenarnya sudah mengandung penyakit. Siapa bilang mengandung penyakit? Menurut pemerintah setempat, yang boleh mengatakan CVPD itu ada atau tidak hanyalah pemerintah. Menurut petani dan penangkar, pemerintah harus diikuti karena para petugasnya semuanya adalah orang pintar. Maka lengkap sudah, tatakelola pemerintahan (governance) hanya manis ketika ada pelatihan oleh LSM, setelah itu tetap saja tidak ada yang berubah. Pemerintah bukannya menjadi semakin mendengarkan dan melayani sebagaimana diamanatkan dalam tatakelola pemerintahan yang baik (good governance), malahan menjadi semakin ingin didengarkan dan dilayani oleh masyarakat.<br />
<br />
Maka, mempelajari segitiga penyakit tidak cukup hanya dengan mempelajari pengaruh lingkungan fisik dan lingkungan hayati. Lingkungan sosial juga bukan tidak kalah rumitnya dalam mempengaruhi perkembangan penyakit.<br />
<br />
<br />
</div></div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-209003668869888952011-06-12T00:03:00.000-07:002011-06-17T10:47:42.529-07:00Citrus Expedition 2011: Tunjukkan Memang Peduli terhadap Jeruk<div style="text-align: left;" dir="ltr">Pada akhir Mei 2011 saya berkesempatan kembali menapak tilas lokasi penelitian ketahanan hayati jeruk yang saya lakukan tahun 2008-2010. Dari Kefa menuju Eban, Eban, Kapan, dan Soe saya melewati desa-desa lokasi penelitian Suanae, Sallu, Lemon, Fatumnutu, Eonbesi, Oelbubuk, dan Binaus. Di Oelbubuk saya singgah di BBI Hortikultura dan kemudian di Soe saya mampir di kebun milik Bapak Frans Nitsae, seorang pegawai dinas pertanian yang merangkap sebagai penangkar dan petani jeruk. Apa yang saya temukan dalam perjalanan napak tilas saya ini sungguh mencengangkan. Supaya saya tidak dikatakan membesar-besarkan masalah, silahkankan saja simak foto-foto berikut ini:<br /><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm4.static.flickr.com/3162/5823309949_60b8e81989.jpg"><img src="http://farm4.static.flickr.com/3162/5823309949_60b8e81989.jpg" border="0" alt="" width="400" height="266" /><span id="goog_2091452550"> </span><span id="goog_2091452551"> </span></a></div><div style="text-align: center;">Dahulu di sini tumbuh jeruk keprok soe dengan sangat subur sehingga menghalangi pendangan ke Gunung Mutis di latar belakang</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm3.static.flickr.com/2064/5823877114_46c929a7dc.jpg"><img src="http://farm3.static.flickr.com/2064/5823877114_46c929a7dc.jpg" border="0" alt="" width="266" height="400" /></a></div><div style="text-align: center;"> Pohon jeruk keprok soe dengan satu cabang berdaun menguning yang dikenal sebagai menguning sektoral</div><div style="text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm3.static.flickr.com/2197/5823311775_b7455f46e2.jpg"><img src="http://farm3.static.flickr.com/2197/5823311775_b7455f46e2.jpg" border="0" alt="" width="266" height="400" /></a></div><div style="text-align: center;"> Cabang menguning sektoral dilihat lebih dekat</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm4.static.flickr.com/3379/5823878588_323771fee8.jpg"><img src="http://farm4.static.flickr.com/3379/5823878588_323771fee8.jpg" border="0" alt="" width="267" height="400" /></a></div><div style="text-align: center;">Daun menguning tidak merata antara di sebelah kiri dan kanan tulang daun utama, tulang daun menebal sehingga daun menjadi kaku. dan daun tumbuh dengan posisi lebih tegak daripada posisi tulang daun sehat</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm4.static.flickr.com/3178/5823893284_b46455538c.jpg"><img src="http://farm4.static.flickr.com/3178/5823893284_b46455538c.jpg" border="0" alt="" width="400" height="267" /></a></div><div style="text-align: center;">Setelah menguning secara sektoral, secara perlahan semua cabang kemudian berdaun menguning dan cabang yang daunnya menguning paling awal menjadi meranggas karena daunnya gugur</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm3.static.flickr.com/2628/5823892210_d3d43f64a3.jpg"><img src="http://farm3.static.flickr.com/2628/5823892210_d3d43f64a3.jpg" border="0" alt="" width="400" height="267" /></a></div><div style="text-align: center;">Tunas air yang kemudian banyak tumbuh pada batang dan cabang juga mempunyai daun yang menguning dan dengan tulang daun menebal</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm6.static.flickr.com/5119/5823879578_fc4a4eb9d0.jpg"><img src="http://farm6.static.flickr.com/5119/5823879578_fc4a4eb9d0.jpg" border="0" alt="" width="400" height="267" /></a></div><div style="text-align: center;">Bentuk buah lonjong, tidak gepeng seperti pada buah tanaman sehat, dan menguning dari arah pangkal buah, tidak dari arah ujung buah seperti pada buah tanaman sehat</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm6.static.flickr.com/5196/5823879426_ce078bbd04.jpg"><img src="http://farm6.static.flickr.com/5196/5823879426_ce078bbd04.jpg" border="0" alt="" width="400" height="267" /></a></div><div style="text-align: center;"> Buah banyak berguguran dan kemudian mengering di permukaan tanah</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm4.static.flickr.com/3244/5823900390_eff26effd4.jpg"><img src="http://farm4.static.flickr.com/3244/5823900390_eff26effd4.jpg" border="0" alt="" width="400" height="267" /></a></div><div style="text-align: center;"> Pohon jeruk keprok Hickson dengan daun menguning menyeluruh<br /><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm4.static.flickr.com/3393/5823901590_f10db4d3f5.jpg"><img src="http://farm4.static.flickr.com/3393/5823901590_f10db4d3f5.jpg" border="0" alt="" width="267" height="400" /></a> </div><div style="text-align: center;">Gejala menguning dan tulang daun menebal pada jeruk keprok Hickson<br /><br /><div style="text-align: left;">Ketika saya melakukan penelitian, pohon jeruk yang foto-fotonya saya tayangkan ini semuanya masih sehat. Melihat keadaan ini, saya sangat khawatir bahwa jeruk, khususnya jeruk keprok soe, akan mengalami nasib yang sama seperti apel soe sehingga nanti yang dipasarkan bukan lagi buah jeruk tetapi kayu bakar jeruk soe. Seorang diri saya tidak dapat berbuat banyak karena pemerintah bersikukuh bahwa jeruk keprok soe masih bebas CVPD, meskipun uji PCR yang saya lakukan telah memastikannya. Tetapi dengan bersama-sama, dengan melalui ekspedisi bersama, mungkin suara orang banyak akan lebih didengar. Dengan melakukan ekspedisi ini saya berharap kita akan mengenal secara dekat bukan hanya permasalahan hama dan penyakit, tetapi juga persoalan budidaya, persoalan pemasaran buah dan bibit, persoalan cuaca yang semakin hari menjadi semakin panas. Sekaligus saya menggugah, siapa tahu ekspedisi ini akan menjadi awal tumbuhnya kelompok pencinta lingkungan di lingkungan kampus di Kupang.</div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" href="http://farm4.static.flickr.com/3393/5823901590_f10db4d3f5.jpg"><br /></a></div></div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-72005562665271041422011-05-21T02:11:00.000-07:002011-05-21T02:11:46.492-07:00Ketahanan Hayati dan PHT: Berbeda atau Sama Saja?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
<div class="MsoNormal"><span lang="EN-US">Ketika menghadiri 3<sup>rd</sup> Small Island Biosecurity Workshop pada 19 Mei 2011, sahabat saya dari Unpatti, Dr. Wardis Girsang, menyampaikan kepada saya bahwa di Provinsi Maluku masih banyak pihak yang belum begitu paham mengenai kaitan antara ketahanan hayati (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">biosecurity</i>) dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Apakah ketahanan hayati dan PHT itu sama atau berbeda? Bila sama di mana samanya dan bila berbeda di mana bedanya? Bagi saya pertanyaan ini bukan hal yang mengagetkan. Ketahanan hayati hayati sebenarnya merupakan konsep yang masih relatif baru. Dan karena merupakan konsep baru maka wajar, bahkan sangat wajar, bila masih banyak pihak belum memahami betul apa itu sebenarnya ketahanan hayati. Karena itu pula, wajar bila banyak pihak belum dapat membedakan ketahanan hayati dengan PHT. Selain itu, definisi berbeda-beda yang diberikan terhadap konsep ketahanan hayati oleh berbagai pakar dan institusi, menambah kerumitan dalam memahami ketahanan hayati dan karena itu, dalam membedakan ketahanan hayati dari PHT.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US">Pemerintah Australia (2007) mendefinisikan ketahanan hayati sebagai “perlindungan terhadap ekonomi dan kesehatan manusia dari dampak negatif yang disebabkan oleh hama, penyakit, maupun gulma”. Pada pihak lain, FAO (2007) mendefinisikan ketahanan hayati sebagai “</span>pendekatan holistik dan strategis yang mencakup kerangka kebijakan dan perundang-undangan yang diperlukan untuk menganalisis risiko pada sektor-sektor pangan, kehidupan dan kesehatan ternak, termasuk risiko lingkungan yang terkait. Ketahanan hayati mencakup introduksi hama tanaman, hama dan penyakit ternak, zoonosis, introduksi dan pelepasan organisme termodifikasi secara genetik berikut produknya, serta introduksi dan pengelolaan spesies dan genotipe asing invasif.” Kedua definisi ini sepintas memang dapat dengan mudah menyebabkan orang, lebih-lebih oleh rekan-rekan pakar dan praktisi di bidang hama dan penyakit tumbuhan, memahami ketahanan hayati di seputar hama dan penyakit tumbuhan, atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang, di seputar organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Hal ini memang tidak begitu keliru, tetapi juga sekaligus kurang tepat, lebih-lebih lagi bila disetarakan dengan PHT.</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Selama ini, suatu organisme baru ditetapkan sebagai organisme berbahaya bila organisme tersebut sudah ada dan menimbulkan kerusakan di suatu wilayah. Organisme berbahaya tersebut, dalam konteks perlindungan tanaman atau PHT disebut hama (OPT), dalam konteks kesehatan ternak disebut kuman penyebab penyakit ternak, dalam konteks kesehatan manusia disebut kuman penyebab penyakit, dalam konteks lingkungan hidup disebut spesies asing invasif (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">invasive alien species</i>). Jelas bahwa, dari aspek sektor pembangunan, ketahanan hayati mempunyai cakupan sektor yang jauh lebih luas dari cakupan perlindungan tanaman. Dalam definisi FAO (2007), cakupan sektor yang luas tersebut diintegrasikan melalui konsep risiko (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">risk</i>) yang ditimbulkan oleh bahaya yang ditimbulkan oleh jenis-jenis mahluk hidup tertentu. FAO (2007) menggunakan istilah analisis risiko (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">risk analysis</i>) sebagai benang merah untuk mengintegrasikan berbagai sektor risiko melalui penilaian, pengelolaan, dan pengkomunikasian risiko (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">risk assessment, management, and communication</i>). Integrasi tersebut terutama dilakukan melalui kerangka kebijakan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">policy</i>) dan perundang-undangan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">legal</i>).</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Dalam PHT, keputusan pengendalian organisme didasarkan atas hasil pemantauan agro-ekosistem. Artinya, organisme yang yang akan dikendalikan harus sudah ada terlebih dahulu sebelum diambil keputusan untuk melakukan pengendalian. Hal ini berbeda dengan ketahanan hayati. Dalam ketahanan hayati dikenal kesinambungan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">continuum</i>) penanganan organisme berbahaya yang mencakup penanganan pra-batas (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">pre-border</i>), pada batas (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">border</i>), dan pasca-batas (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">post-border</i>). Arinya, kalau organisme berbahaya tersebut adalah hama maka penanganan dilakukan pada tahap sebelum masuk, pada saat masuk, setelah masuk ke dalam agro-ekosistem, bukan hanya menunggu setelah hama tersebut masuk dahulu ke dalam agroekosistem sebagaimana yang terjadi dalam PHT. Dengan demikian, ketahanan hayati bersifat proaktif sedangkan PHT bersifat reaktif. Ketahanan hayati bersifat proaktif bukan hanya dalam menghadapi bahaya hama (OPT), tetapi juga organisme pengganggu lainnya (kuman penyakit hewan dan manusia, spesies asing invasif, dsb.).</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Pendek kata, PHT merupakan sistem perlindungan tanaman dari gangguan OPT, sedangkan ketahanan hayati merupakan sistem perlindungan perekonomian dan masa depan dengan cara menjaga kesehatan tanaman, ternak, manusia, dan lingkungan hidup dari gangguan organisme pengganggu. Dalam ketahanan hayati, upaya menjaga kesehatan tanaman, ternak, manusia dan lingkungan hidup tersebut dilakukan secara terpadu dan dalam kesinambungan pra-batas, batas, dan pasca-batas. Dalam PHT, upaya dilakukan hanya untuk menjaga kesehatan tanaman dan lingkungan hidup dari pencemaran pestisida, bukan dari gangguan spesies asing invasif. Juga, dalam ketahanan hayati upaya menjaga kesehatan tersebut tidak hanya dilakukan secara teknis, tetapi juga secara sosial ekonomi, sosial-politik, dan sosial-budaya. Menyitir apa yang pernah disampaikan oleh Prof. Ian Falk (2008), dalam ketahanan hayati upaya menjaga kesehatan secara teknis memang penting, tetapi jauh dari cukup. Atau, sebagaimana dikemukakan oleh seorang pakar ekologi manusia dari Rutgers University, AS, Prof. Andrew P. Vayda (2009), karena terlalu terpaku pada kerumitan interaksi antar komponen ekosistem, kita lupa betapa sebenarnya jauh lebih rumit interaksi antar manusia, antara masyarakat dengan pemerintah, antara negara berkembang dan negara maju. <span lang="EN-US"></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US">Lalu apa kesamaan ketahanan hayati dan PHT? Keduanya berkaitan untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh organisme yang merugikan. Dalam kaitan ini, PHT diperuntukkan khusus untuk menghadapi organisme merugikan pada sektor pertanian setelah organisme tersebut masuk ke dalam suatu kawasan agroekosistem. Oleh karena itu, PHT bersifat reaktif, sedangkan ketahanan hayati bersifat proaktif. Mengapa ketahanan hayati dikatakan proaktif? Karena dengan ketahanan hayati organisme merugikan harus sudah diperhatikan sejak masih di luar batas (prabatas) dan ketika memasuki batas. </span>Di dunia yang semakin mengglobal, kita tidak dapat lagi menunggu sampai terjadi ledakan OPT untuk mengambil tindakan. Kita tidak lagi dapat menunggu sampai hasil pemantauan agroekosistem telah menunjukkan padat populasi OPT telah mencapai ambang ekonomi untuk mengambil tindakan. Sebagaimana dikatakan oleh Prof. John Lovett dari CRCNPB, Australia, di dunia yang telah sedemikian mengglobal, batas-batas alam tidak lagi merupakan penghalang yang ampuh untuk menghadapi serbuan organisme berbahaya dari luar.<span lang="EN-US"></span></div></div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-52285312373795129492010-10-16T23:23:00.000-07:002011-05-02T19:45:01.391-07:00Kutu Loncat Jeruk Asia Diaphorina citri<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Oleh: I W. Mudita dan R.L. Natonis<br />
<br />
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">Apa Itu Kutu Loncat Jeruk Asia dan Mengapa Penting?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu loncat jeruk Asia adalah serangga berukuran kecil, sebagai-mana jenis kutu-kutuan lain pada umumnya. Serangga jenis kutu ini mempunyai nama ilmiah <i>Diaphorina citri</i> dan termasuk famili Psyllidae dari ordo serangga Homoptera. Serangga ini diberi nama kutu loncat karena bila kutu dewasa terganggu maka akan meloncat dengan cepat. Nama jeruk diberikan karena tanaman yang diserang adalah terutama jeruk, sedangkan nama Asia ditambahkan untuk membedakannya dengan kutu loncat jeruk jenis lain, yaitu kutu loncat jeruk Afrika yang nama ilmiahnya adalah </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Trioza erytreae</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu locat jeruk Asia menjadi penting karena berperan sebagai vektor bakteri <i>Candidatus </i>Liberibacter asiaticus, penyebab penyakit CVPD. Uraian mengenai penyakit ini dapat diperoleh pada brosur tersendiri. Sebagai vektor, kutu loncat jeruk Asia menularkan bakteri penyebab CVPD dari tanaman sehat ke tanaman lainnya sehingga tanaman yang mula-mula sehat kemudian menjadi sakit. Kutu dewasa mampu terbang aktif hanya dalam jarak yang dekat, tetapi dapat terbang pasif mengikuti angin menempuh jarak yang sangat jauh. Tanpa kemampuan sebagai vektor, serangga ini merupakan serangga hama yang tidak terlalu merusak. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">Bagaimana Mengenali Kutu Loncat Jeruk Asia?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu loncat jeruk Asia berukuran kecil, panjang kutu dewasa hanya 3 sampai 4 mm. Sebagaimana serangga pada umumnya, kutu ini meng-alami metamorfosis (perubahan bentuk), tetapi metamorfosisnya tidak sempurna, yaitu dari telur menjadi nimfa dan kemudian langsung menjadi kutu dewasa (imago). Nimfa adalah serangga belum dewasa yang bentuk-nya tidak terlalu berbeda dengan serangga dewasa, berbeda dengan ulat yang bentuknya sangat berbeda dengan serangga dewasa, yaitu kupu-kupu atau ngengat. Untuk mengenalinya maka perlu diketahui ciri-ciri masing-masing, mulai dari telur, nimfa, sampai imago.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Telur berbentuk lonjong berwarna kuning terang, berukuran lebih kecil dari 0,25 mm, diletakkan pada ketiak daun pucuk yang belum membuka sempurna, terutama pada musim tanaman jeruk bertunas (Gb. 1). Telur menetas menjadi nimfa (Gb. 2) yang terdiri atas lima instar (tahap perkembangan). Kelima instar rupanya sama, tetapi ukurannya berbeda (Gb. 3). Nimfa berwarna oranye kekuningan, berukuran 0,25 sampai 1,7 mm, bergerak terus tetapi pelan, dan bila terganggu maka akan meninggi-kan bagian perutnya. Nimfa instar terakhir mempunyai calon sayap pada bagian punggungnya (Gb. 3 dan Gb. 4). Nimfa berbagai instar biasa ditemukan bergerombol pada pucuk (Gb. 4). Untuk membuang cairan lengket menjauh dari tubuhnya, nimfa kutu loncat jeruk Asia membentuk buluh berlilin (Gb. 5) yang biasanya terlepas dan bertebaran di permukaan daun yang berada di bawahnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu dewasa atau imago mempunyai sayap sehingga mampu terbang. Imago berwarna cokelat gelap dengan loreng hitam (Gb. 6), hinggap dan menghisap cairan pada permukaan bawah daun (Gb. 7). Karena bentuk kepalanya yang berbentuk segitiga maka untuk menghisap, kutu ini harus mengangkat perutnya sehingga tampak menungging mem-bentuk sudut kurang lebih 45<sup>o</sup> terhadap permukaan daun. Bila merasa terganggu, kutu dewasa ini akan meloncat atau terbang dalam jarak dekat. </span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
</span></div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; width: 387px;"><tbody>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj65YzuM-_JQfDfs_ldKEADu9TFAbK5HAtO_d4XEMEAtvE-ZNN6YJCWNgQiKVwTJw9PQnc2QbqO-TfXuBu80qbrTZIrqrnRD9LtORmkLHoqD4k0mproym7OHiyG8iW0CSZOmZeDPHD6reY/s1600/diaphorina_citri_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj65YzuM-_JQfDfs_ldKEADu9TFAbK5HAtO_d4XEMEAtvE-ZNN6YJCWNgQiKVwTJw9PQnc2QbqO-TfXuBu80qbrTZIrqrnRD9LtORmkLHoqD4k0mproym7OHiyG8iW0CSZOmZeDPHD6reY/s1600/diaphorina_citri_1.jpg" /></a></div></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw0K0JAwXgoyBrXci4fQDAjJ36IB7S0hW9xni1uQbzDR0El0QbbWHnSRjaI5A2SSRN1LB5pP6r0jdLteUtPJE7a0_P3MjYnumk5eG_wPryGqGk5jYDv55bwYWYyDhDEUJF2LnY8y7aWd8/s1600/diaphorina_citri_2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw0K0JAwXgoyBrXci4fQDAjJ36IB7S0hW9xni1uQbzDR0El0QbbWHnSRjaI5A2SSRN1LB5pP6r0jdLteUtPJE7a0_P3MjYnumk5eG_wPryGqGk5jYDv55bwYWYyDhDEUJF2LnY8y7aWd8/s1600/diaphorina_citri_2.jpg" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 1. Telur pada pucuk</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 2. Bentuk nimfa</span></div></td> </tr>
<tr> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 290.6pt;" valign="top" width="387"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW1QHP37agM55TIdYs2FotN6gZvqdYfh-QI4nIa7fXIUSEuuSMavBnfpmNh0c-hg8xM_GlLG7Q2zhpxTLCY0ab5TN3gkEXe810VYCGWk_dtQc9M_CCB6aPnHJfG6Tl3i-pTHwGcrljFcI/s1600/diaphorina_citri_3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="144" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW1QHP37agM55TIdYs2FotN6gZvqdYfh-QI4nIa7fXIUSEuuSMavBnfpmNh0c-hg8xM_GlLG7Q2zhpxTLCY0ab5TN3gkEXe810VYCGWk_dtQc9M_CCB6aPnHJfG6Tl3i-pTHwGcrljFcI/s320/diaphorina_citri_3.jpg" width="320" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 290.6pt;" valign="top" width="387"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 3. Perkembangan nimfa instar 1 sampai instar 5 yang serupa tetapi berbeda ukuran. Instar 1 (paling kiri) berukuran sangat kecil, sedangkan instar 5 (paling kanan) berukuran jauh lebih besar.</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJRPQ6aItIU9_7QLb6kNEyvgoDdh3SC2MHGGMclcvj2knhJb0087qbcML0MX0t_oDCqbMW5p0EnttUR0f0FjBFA-0mL7bOh50vDN_vw47xUHMMN9-ZSryCztLJePIhb2ORM-8nQQVkcDQ/s1600/diaphorina_citri_4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJRPQ6aItIU9_7QLb6kNEyvgoDdh3SC2MHGGMclcvj2knhJb0087qbcML0MX0t_oDCqbMW5p0EnttUR0f0FjBFA-0mL7bOh50vDN_vw47xUHMMN9-ZSryCztLJePIhb2ORM-8nQQVkcDQ/s1600/diaphorina_citri_4.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicDtssu8DNOue7Q6viiEbKqMEw2KLnIqeaBERg-9IRCjgEWssf_TioLSors7xNxDhLDDTmV3sMvP-4Wo02w3aonJxvF1nlEs-QDTec1jD6XPdzZ181h0XmZQkfo8BPyyGEN_XpXsUROBg/s1600/diaphorina_citri_5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicDtssu8DNOue7Q6viiEbKqMEw2KLnIqeaBERg-9IRCjgEWssf_TioLSors7xNxDhLDDTmV3sMvP-4Wo02w3aonJxvF1nlEs-QDTec1jD6XPdzZ181h0XmZQkfo8BPyyGEN_XpXsUROBg/s1600/diaphorina_citri_5.jpg" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 4. Nimfa bermacam-macam instar bergerombol</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 5. Buluh berlilin untuk membu-ang cairan lengket embun madu</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM4DPUWDO9L3HShTD-ew3IEqFz4bUoUHhEaYYHGybB0XJDWNCpeebeeoeZCw0o6YqkjOyIRBIhZEhnKX_jdKxeo7w5QJDKjYsm4LARFCWuSKA2JIVaSVUTzsVXZ0w6f80xIFuz50bTVqQ/s1600/diaphorina_citri_6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM4DPUWDO9L3HShTD-ew3IEqFz4bUoUHhEaYYHGybB0XJDWNCpeebeeoeZCw0o6YqkjOyIRBIhZEhnKX_jdKxeo7w5QJDKjYsm4LARFCWuSKA2JIVaSVUTzsVXZ0w6f80xIFuz50bTVqQ/s1600/diaphorina_citri_6.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjp8sGUxXCOCW4QrTYYyazmBSccXhLRanbHNDCcKX7yU8UAaUpx6gtJ2hGmm2Sathyphenhyphen1tlc8SUU6yr6uRxATP9CHBuIJM2Tn6jNcGSZRW2wco9pc4Vpsoo1qQooGYyPQM5rTB4owLB40O2k/s1600/diaphorina_citri_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjp8sGUxXCOCW4QrTYYyazmBSccXhLRanbHNDCcKX7yU8UAaUpx6gtJ2hGmm2Sathyphenhyphen1tlc8SUU6yr6uRxATP9CHBuIJM2Tn6jNcGSZRW2wco9pc4Vpsoo1qQooGYyPQM5rTB4owLB40O2k/s1600/diaphorina_citri_7.jpg" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 6. Kutu dewasa hinggap me-nungging dengan bagian kepala menempel dan pantat terangkat</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 7. Kutu dewasa menggerombol di permukaan bawah daun muda pada tunas.</span></div></td> </tr>
</tbody></table><div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">Yang Mirip tapi Bukan Kutu Loncat Jeruk Asia</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pada tanaman jeruk dapat dijumpai beberapa jenis kutu sehing-ga untuk mengenali kutu loncat jeruk Asia perlu diketahui perbedaan-nya dengan jenis kutu lainnya. Ciri khas kutu loncat jeruk Asia adalah nimfa mengangkat perutnya bila diganggu, nimfa menghasilkan buluh berlilin untuk membuang cairan embun madu, dan imago hinggap dengan posisi menungging pada permukaan bawah daun. Tentu saja masih banyak ciri-ciri lainnya, yang terlalu teknis untuk diuraikan di sini, tetapi penting untuk identifikasi di laboratorium.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jenis kutu lain yang juga terdapat pada jeruk dan dapat dikeliru-kan dengan kutu loncat jeruk Asia adalah kutu </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">afis cokelat (<i>Toxoptera citricida</i>) (Gb. 1), kutu afis hitam (<i>Toxoptera aurantii</i>)(Gb. 2), kutu afis kapas (<i>Aphis gossypii</i>)(Gb. 3), kutu putih jeruk (<i>Dialeurodes citri</i>) (Gb. 4 dan Gb. 5), kutu putih sayap berawan (<i>Dialeurodes citrifolii</i>) (Gb. 6), kutu putih wool (<i>Aleurothrixus floccosus</i>)(Gb. 7), kutu hitam jeruk (<i>Aleurocanthus woglumi</i>)(Gb. 8), dan kutu putih biasa (<i>Planococ-cus citri</i>)(Gb. 9). Untuk membedakannya di lapangan, selalu perhatikan ciri-ciri khas kutu loncat jeruk Asia sebagaimana telah disebutkan di atas.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; width: 387px;"><tbody>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGH-VIlr29vKhyphenhyphenwEgd3SwL-h0vQCJKLjpvrCX94f5m4djrYYwcskWGzJ8QrDZcUt8plvLr8RJYapT2sbnveFJ2LLK1kgFvN7ft48FbvWmLL9nksyzK34EdQQUuSP64NjXAGP9ypWnXItY/s1600/kutulain_2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGH-VIlr29vKhyphenhyphenwEgd3SwL-h0vQCJKLjpvrCX94f5m4djrYYwcskWGzJ8QrDZcUt8plvLr8RJYapT2sbnveFJ2LLK1kgFvN7ft48FbvWmLL9nksyzK34EdQQUuSP64NjXAGP9ypWnXItY/s1600/kutulain_2.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.9pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr00bKZaXI-jIXAuRFcS7uJSC2-XXGu42phDe8kLukIi2KmkirGXN1aicGQX3jqKs-3ZPp8pdPVtxPgc62A2QxLFZd_6MDb58b4XtBFrZfORJYB59H8huQbSSc91RpZbfcG40lFKUVKHM/s1600/kutulain_3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr00bKZaXI-jIXAuRFcS7uJSC2-XXGu42phDe8kLukIi2KmkirGXN1aicGQX3jqKs-3ZPp8pdPVtxPgc62A2QxLFZd_6MDb58b4XtBFrZfORJYB59H8huQbSSc91RpZbfcG40lFKUVKHM/s1600/kutulain_3.jpg" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 1. Kutu afis cokelat</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 2. Kutu afis hitam</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.9pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 3. Kutu afis kapas</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgj7v5WTH5ITzLeSv0cvHEfkCIx4VulZrwy1WZh-YdUw8Kpg9yGHkiIDIwhsuOO7CfFoY-hhUZUhoLKDJ82cVNKjIGGc11YiiJVsg59VAVji9Bg5YqtbDayYUXy7TfhxZfWxPFIhvE0_kU/s1600/kutulain_4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgj7v5WTH5ITzLeSv0cvHEfkCIx4VulZrwy1WZh-YdUw8Kpg9yGHkiIDIwhsuOO7CfFoY-hhUZUhoLKDJ82cVNKjIGGc11YiiJVsg59VAVji9Bg5YqtbDayYUXy7TfhxZfWxPFIhvE0_kU/s1600/kutulain_4.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxiBKdRhEV9-W14Hj4oc9zbwiPermWmPC3rkM5HaELzxDApvU3TsFsnZy1pG5YtRZRaFTFJ6An_IbDDBGjqvXE_pzryagmGWq5pcp0xPbd72vl4fbQtdy75qfg-ueReAu89mM0L-2VSBg/s1600/kutulain_5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxiBKdRhEV9-W14Hj4oc9zbwiPermWmPC3rkM5HaELzxDApvU3TsFsnZy1pG5YtRZRaFTFJ6An_IbDDBGjqvXE_pzryagmGWq5pcp0xPbd72vl4fbQtdy75qfg-ueReAu89mM0L-2VSBg/s1600/kutulain_5.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.9pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKEgb9qi7DQVQ01K274IeL-9b5881B_HRrl54D3RwX1soYYo4xPT-pJHBHBsqDtVObqRbwApcqzuhjXGs_hyZEJEMtIUlzlV2jfoPzL9yedOvPg56s0PwWW31MaFEdsYFsW66KLIT0Kbk/s1600/kutulain_6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKEgb9qi7DQVQ01K274IeL-9b5881B_HRrl54D3RwX1soYYo4xPT-pJHBHBsqDtVObqRbwApcqzuhjXGs_hyZEJEMtIUlzlV2jfoPzL9yedOvPg56s0PwWW31MaFEdsYFsW66KLIT0Kbk/s1600/kutulain_6.jpg" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 4. Kutu putih jeruk</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 5. Nimfa kutu putih jeruk</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.9pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 6. Kutu putih sayap berawan</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFu0OGDXITUSqwjgaeLNS0xqTqPfaP9tSrmGk7glqgfhe1HZEk5di98wRNxr276BzUfK2zFd4PgKyIn1OQhBCbE0FapD6vdYdBnby34MnEYjAAdmEo6d75JbW2xM7YpJCpRimquLYMPS0/s1600/kutulain_7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFu0OGDXITUSqwjgaeLNS0xqTqPfaP9tSrmGk7glqgfhe1HZEk5di98wRNxr276BzUfK2zFd4PgKyIn1OQhBCbE0FapD6vdYdBnby34MnEYjAAdmEo6d75JbW2xM7YpJCpRimquLYMPS0/s1600/kutulain_7.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO5ASmfvf_QsgaP8E8kvX_NTRZ7YU8egj6kSz0KYPQul-0m-8l2i-Tr0GN15xgK-3uxsODEE005IboK_3MkeWTYvzuQ_1FQxKbh9SrRyK6RenIozqvPTrNOTkkZ1MTJIVfUqL5-pmJlz8/s1600/kutulain_8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO5ASmfvf_QsgaP8E8kvX_NTRZ7YU8egj6kSz0KYPQul-0m-8l2i-Tr0GN15xgK-3uxsODEE005IboK_3MkeWTYvzuQ_1FQxKbh9SrRyK6RenIozqvPTrNOTkkZ1MTJIVfUqL5-pmJlz8/s1600/kutulain_8.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.9pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQdLeGxe29PW_56NI3vlrPREoEdaAkGp6cs9qgvbQNT5ZRgruzNvYUYuNupdOEpX-z5PNpg4B8vpuT9V9y65i-SIZ_UK5N2dycM5JiXbE-lj96fpBoLn5Pe5GjVsLYWh3m1SYiTiJe5Lk/s1600/kutulain_9.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQdLeGxe29PW_56NI3vlrPREoEdaAkGp6cs9qgvbQNT5ZRgruzNvYUYuNupdOEpX-z5PNpg4B8vpuT9V9y65i-SIZ_UK5N2dycM5JiXbE-lj96fpBoLn5Pe5GjVsLYWh3m1SYiTiJe5Lk/s1600/kutulain_9.jpg" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 7. Kutu putih wool</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.85pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 8. Kutu hitam jeruk</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 96.9pt;" valign="top" width="129"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gb. 9. Kutu putih biasa</span></div></td> </tr>
</tbody></table><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">Perkembangan Kutu Loncat Jeruk Asia</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu loncat jeruk Asia berkembang dengan cepat pada suhu 25 sampai 28<sup>o</sup>C, membutuhkan waktu hanya 13 sampai 19 hari dari telur sampai menjadi dewasa (telur menetas dalam 2 sampai 4 hari dan nimfa berlangsung selama 11 sampai 15 hari). Imago hidup selama beberapa bulan dan betina menghasilkan sekitar 800 telur. Bila tersedia pucuk jeruk secara terus menerus, kutu loncat jeruk Asua dapat mem-bentuk sampai 30 generasi dalam setahun. Akan tetapi, kemampuan kutu loncat jeruk Asia berkembang dipengaruhi oleh kelembaban, suhu, dan tanaman inang, khususnya ketersediaan pucuk sehingga jumlah generasi yang dihasilkannya biasanya lebih sedikit. Kutu loncat jeruk Asia tidak melakukan diapause (beristirahat berkembang), tetapi jumlahnya menjadi sangat berkurang bila tidak terdapat pucuk jeruk atau tanaman inang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu loncat Asia tidak dapat berkembang dengan baik pada bila udara sangat lembab maupun sangat kering. Pada udara yang sangat lembab, jamur akan mematikan sebagian besar nimfa. Sebaliknya, pada udara sangat kering nimfa akan mati karena kekurangan cairan. Kutu loncat jeruk Asia juga memerlukan udara hangat (antara 25 sampai 28<sup>o</sup>C), tetapi lebih toleran terhadap udara dingin daripada terhadap udara panas (masih bisa hidup pada suhu -5<sup>o</sup>C di Florida). Oleh karena itu, menganggap tanaman jeruk di dataran tinggi bebas dari kutu loncat jeruk Asia adalah sangat keliru. Mengenai tanaman inang, kutu loncat jeruk Asia hidup pada hampir semua jenis jeruk dan bahkan pada tanaman lain yang merupakan kerabat dekat jeruk (antara lain </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Citropsis schweinfurthii</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">) maupun kerabat jauh jeruk (antara lain kemuning <i>Murraya paniculata</i>).</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">Bagaimana Kutu Loncat Jeruk Asia Menularkan CVPD?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu loncat jeruk Asia menularkan bakteri penyebab CVPD, <i>Candidatus</i> Liberibacter asiaticus, dari tanaman sakit ke tanaman sehat. Untuk dapat menularkan bakteri tersebut, kutu perlu menghisap cairan dari tanaman sakit selama 5 sampai 7 jam. Tahap perkembangan kutu yang dapat menularkan bakteri penyebab CVPD adalah nimfa instar 4 dan 5 serta kutu dewasa setelah 1 sampai 25 hari sejak selesai meng-hisap. Nimfa instar 4 dan 5 dapat mempertahankan bakteri yang ada di dalam tubuhnya sampai dewasa sehingga siap menularkan segera setelah mengalami pergantian kulit. Penularan bakteri ke tanaman sehat terjadi melalui saliva (cairan liur).</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kutu loncat jeruk Asia tidak dapat terbang aktif dalam jarak jauh sehingga tanaman yang paling berisiko tertular adalah tanaman sehat yang berada lebih dekat dari tanaman sakit. Oleh karena itu, sebaran tanaman sakit di lapangan cenderung mengelompok. Jangkau-an terbang efektif kutu ini perlu diketahui untuk pengambilan keputus-an pelaksanaan eradikasi. Di India, jarak 30 km dianggap aman, tetapi ti Vietnam tidak. Diperkirakan kutu loncat Asia dapat tertarik terbang lebih jauh pada siang hari yang cerah bila terdapat tanaman jeruk yang daunnya menguning karena berbagai sebab. Pada siang hari yang mendung, kutu ini tertarik terbang lebih jauh bila, oleh karena sebab tertertentu, tanaman jeruk mempunyai daun yang berwarna kuning kecokelatan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Waktu yang diperlukan oleh kutu loncat jeruk Asia untuk me-nularkan penyakit CVPD berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Di Cina, kutu loncat jeruk Asia memerlukan waktu 5 tahun untuk me-ningkatkan jumlah tanaman sakit sebesar 14% dari semula berjumlah hanya 24 pohon. Diduga, penyakit CVPD yang ditularkan oleh kutu loncat jeruk Asia akan mencapai puncaknya setelah 2 sampai 4 tahun kemudian. Di tempat lainnya di Cina, tanaman sakit bertambah banyak 25% pada tahun kelima. Pada tahun ketujuh dan kedelapan tanaman menjadi tidak bernilai komersial lagi.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #ff9900; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">Cara Lain Penularan CVPD</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Selain dengan perantaraan kutu loncat jeruk Asia, bakteri pe-nyebab CVPD juga dapat menular melalui mata tempel yang diguna-kan untuk melakukan okulasi. Penularan melalui mata tempel terjadi bila mata tempel diambil dari tanaman sakit. Penularan melalui mata tempel bergantung pada ukuran mata tempel, cara penempelan, dan kemampuan bakteri menyebabkan penyakit. Mata tempel yang terdiri atas hanya bagian kulit batang dapat menimbulkan penyakit pada 50% dari bibit hasil okulasi, sedangkan mata tempel yang disertai dengan bagian berkayu dapat menimbulkan penyakit lebih banyak. Bila okulasi dilakukan dengan mata tempel dari tanaman induk sakit, dari 58% bibit yang hidup sampai pada umur 7 bulan, 20% di antaranya ternyata berpenyakit CVPD. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mata tempel yang dapat menularkan CVPD bukan hanya yang diambil dari cabang yang menunjukkan gejala, tetapi juga yang diambil dari cabang yang tidak menunjukkan gejala pada pohon induk berpe-nyakit CVPD. Dalam waktu 3-9 bulan, persentase bibit hidup yang bergejala penyakit CVPD adalah 10 sampai 16% bila mata tempel diambil dari cabang tidak bergejala, tetapi persentase bibit bergejala penyakit meningkat menjadi 40% bila mata tempel diambil dari cabang bergejala dari pohon induk yang sama.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penularan CVPD melalui mata tempel jauh lebih berbahaya daripada penularan dengan perantaraan vektor. Hal ini karena bibit yang ditangkarkan di dataran rendah dapat menularkan CVPD ke datar-an tinggi. Bibit lebih banyak ditangkarkan di dataran rendah karena dataran rendah cocok untuk pertumbuhan jeruk RL yang digunakan sebagai batang bawah. Selain memperoleh bakteri penyebab CVPD dari mata tempel, bibit yang ditangkarkan di dataran rendah juga dapat memperoleh bakteri CVPD melalui perantaan kutu loncat jeruk Asia, baik sebelum maupun setelah okulasi. Penularan melalui bibit bahkan menjadi semakin berbahaya bila untuk kepentingan bisnis anakan, keberadaan CVPD sengaja ditutup-tutupi.</span></div><br />
Untuk memperoleh informasi lebih lengkap mengenai kutu loncat jeruk asia, silahkan menonton video berikut ini.<br />
<br />
<span style="color: #274e13; font-size: large;">Tiny Insect Could Have Big Impact on California Citrus Industry</span><br />
<object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/vOn0MMQwbi0?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/vOn0MMQwbi0?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
<span style="color: #274e13; font-size: large;">Detecting Asian Citrus Psyllid</span><br />
<object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/QhQXL4bwnXI?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/QhQXL4bwnXI?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
<div style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">How to Scout Asian Citrus Psyllids</span></div><object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/n4ajCYwkdUA?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/n4ajCYwkdUA?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
<div style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Impact of Global Warming on Asian Citrus Psyllid</span></div><object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/1Wd9cl0YOQI?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/1Wd9cl0YOQI?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
<div style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Exluding a Bad, Very Bad Citrus Pest</span></div><object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/j0pa2Bw024c?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/j0pa2Bw024c?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object></div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-71907457492028575392010-10-16T04:37:00.001-07:002011-05-02T19:45:48.680-07:00CVPD: Penyakit Mematikan dan Paling Merusak Bagi Jeruk<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Oleh: I W. Mudita dan R.L. Natonis<br />
<br />
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 19.85pt; text-indent: -19.85pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #cc3300; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13pt;">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #cc3300; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13pt;">Apa Itu CVPD dan Mengapa Penting?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">CVPD adalah nama penyakit jeruk, singkatan dari <i>Citrus Vein Phloem Degeneration</i>. Dalam bahasa Indonesia nama ini berarti kerusakan pembuluh floem tanaman jeruk. Di luar negeri penyakit ini dikenal dengan nama berbeda-beda di setiap negara. Nama CVPD sendiri, meskipun dalam bahasa Inggris, adalah nama yang digunakan di Indonesia. Nama resmi yang kini digunakan di seluruh dunia adalah <i>huanglongbing</i>, disingkat HLB, nama dalam bahasa Mandarin yang berarti pucuk menguning.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Pembuluh floem adalah pembuluh yang terdapat pada kulit batang, berfungsi untuk mengangkut bahan makanan, yang diolah tanaman pada daun, ke seluruh bagian tanaman. Jika pembuluh floem mengalami keru-sakan maka bahan makanan tertumpuk pada daun sehingga bagian lainnya mengalami kekurangan makanan. Akibatnya, pertumbuhan tanaman me-rana dan tanaman menjadi mati secara pelan-pelan tetapi pasti. Pembuluh floem mengalami kerusakan karena dijadikan tempat berkembang biak oleh bakteri <i>Candidatus</i> Liberibacter asiaticus, penyebab penyakit CVPD.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh petani jeruk di seluruh dunia. Banyak pusat produksi jeruk di Indonesia telah dirusakkan oleh CVPD, demikian juga pusat produksi jeruk di negara-negara lain. Penyakit ini ditakuti karena mudah menular dan begitu tanaman terkena penyakit maka akhirnya pasti akan mati. Selama masih hidup tanaman memang masih dapat berproduksi, tetapi buah jeruk menjadi berkurang, bentuk buah menjadi tidak normal, ukuran buah menjadi lebih kecil, dan rasanya menjadi kecut. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 19.85pt; text-indent: -19.85pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #cc3300; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13pt;">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #cc3300; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13pt;">Bagaimana Tanaman Jeruk Bisa Terkena CVPD?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Tanaman jeruk dapat terkena CVPD melalui salah satu dari dua cara penularan CVPD. Pertama, CVPD dapat menular dengan perantaraan serangga kutu loncat jeruk Asia sebagai vektor. Mengenai kutu loncat jeruk Asia ini akan diuraikan pada brosur tersendiri. Kedua, melalui okulasi dengan menggunakan mata tempel yang diambil dari pohon induk berpenyakit CVPD.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Vektor adalah mahluk hidup yang tubuhnya mengandung bibit penyakit tanpa harus menjadi sakit, seperti nyamuk Anopeles yang tubuh-nya dapat mengandung plasmodium tanpa harus menjadi sakit malaria atau nyamuk Aedes yang tidak perlu khawatir terkena penyakit demam ber-darah dongue (DBD). Ketika kutu loncat jeruk Asia mengisap cairan dari pucuk tanaman berpenyakit CVPD, cairan yang mengandung bakteri penyebab CVPD masuk ke dalam tubuhnya. Cairan tersebut dapat dipin-dahkan ke tanaman sehat pada saat kutu loncat tersebut menghisap cairan dari tanaman sehat.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 19.85pt; text-indent: -19.85pt;"><b><span lang="EN-US" style="color: #cc3300; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13pt;">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US" style="color: #cc3300; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13pt;">Bagaimana Mengenali CVPD?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">CPVD dapat dikenali dengan beberapa cara, dari cara yang seder-hana sampai cara yang canggih. Cara sederhana biasanya kurang teliti, tetapi biayanya murah dan bila dilakukan oleh orang yang berpengalaman, hasilnya bisa mendekati cara canggih yang biayanya mahal. Dua cara sederhana untuk mengenali CVPD adalah pengamatan gejala dan uji iodin. Pengamatan gejala adalah pengamatan yang dilakukan untuk melihat per-ubahan yang terjadi pada tanaman yang menderita CVPD, sedangkan uji iodin adalah uji yang dilakukan dengan meneteskan cairan iodium pada irisan daun yang diambil dari tanaman sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">CVPD menimbulkan beberapa gejala khas yang dapat digunakan untuk mengenali keberadaannya. Pada tanaman yang baru mulai menderita CVPD, salah satu cabangnya akan tampak menguning (Gb. 1). Daun pada cabang tersebut tampak berbelang-belang hijau-kuning secara tidak simetris antara bagian kanan dan kiri tulang daun utama (Gb. 2). Daun-daun kemudian akan mempunyai tulang daun yang lebih tebal dan ber-gabus, bagian daun menguning yang semakin mencakup seluruh permuka-an daun, serta daun menjadi lebih kaku, tumbuh lebih tegak, dan kadang-kadang berbentuk tidak normal (Gb. 3). Lama kelamaan, daun gugur dan cabang menjadi tumbuh meranggas, tanaman tampak tumbuh merana, sebelum akhirnya tanaman mati (Gb. 4).</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; width: 387px;"><tbody>
<tr style="height: 202.75pt;"> <td style="height: 202.75pt; padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1e4rJBOgCQE0Zta-gXJMEgwXrmfZ5aowHPvg0s0kslgySg1wXPNt-24U2R8zoFQg7Yp4amorsIcEzUZPflK278r8jKGw2LkgBlnKAqEPj0Zme7vkwl88NTSzykQ4Ji2pE-Jk8HLmdOQY/s1600/hlb_symptom_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1e4rJBOgCQE0Zta-gXJMEgwXrmfZ5aowHPvg0s0kslgySg1wXPNt-24U2R8zoFQg7Yp4amorsIcEzUZPflK278r8jKGw2LkgBlnKAqEPj0Zme7vkwl88NTSzykQ4Ji2pE-Jk8HLmdOQY/s1600/hlb_symptom_1.jpg" /></a></div><br />
</td> <td style="height: 202.75pt; padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8FyYlqAYE82dTSN34QKxbfhGQzUiNx5P7CGZJIsmRQ-onbenh_uwSJUqk-3K3ROrSrhbAK2n8IdiwvVDugB7stPpfOSHvtLsyt8iKyCdTWmDCPuXAfUj5h03VqERe0o2PeDWWTAEIHj0/s1600/hlb_symptom_2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8FyYlqAYE82dTSN34QKxbfhGQzUiNx5P7CGZJIsmRQ-onbenh_uwSJUqk-3K3ROrSrhbAK2n8IdiwvVDugB7stPpfOSHvtLsyt8iKyCdTWmDCPuXAfUj5h03VqERe0o2PeDWWTAEIHj0/s1600/hlb_symptom_2.jpg" /></a></div><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";"><br />
</span></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal" style="line-height: 10pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 1. Pucuk dengan daun mengu-ning pada tanaman sakit</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal" style="line-height: 10pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 4. Tanaman sakit tahap lanjut dengan cabang meranggas</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM-nlkA_ksVd8ralpN0BiNdG_Md6RKHUl7v8hPkhL2ouaAnE8YZGW85QwbfIU3-AcdSe-CFxpP9Wj2MgWjKOzWhGyMShwN2egPABC_U_8_ZUEGkDA_YhVcMMKlKJjdKHb8ay1JTB7vMys/s1600/hlb_symptom_3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM-nlkA_ksVd8ralpN0BiNdG_Md6RKHUl7v8hPkhL2ouaAnE8YZGW85QwbfIU3-AcdSe-CFxpP9Wj2MgWjKOzWhGyMShwN2egPABC_U_8_ZUEGkDA_YhVcMMKlKJjdKHb8ay1JTB7vMys/s1600/hlb_symptom_3.jpg" /></a></div><br />
</td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGKmOPz1fhgtcYG3MtcB1X3wHijfyDB_XnNnz6aiGqjTn8AVPZiW32tb9lAmEMpwtRWcAhtrxjBm7-lIVCZnBPaWT8w5CFyb-ty4ki6PaGxOqRsF8o1y8mnZR2VRiXVIlpq6j1YNAFxdA/s1600/hlb_symptom_4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGKmOPz1fhgtcYG3MtcB1X3wHijfyDB_XnNnz6aiGqjTn8AVPZiW32tb9lAmEMpwtRWcAhtrxjBm7-lIVCZnBPaWT8w5CFyb-ty4ki6PaGxOqRsF8o1y8mnZR2VRiXVIlpq6j1YNAFxdA/s1600/hlb_symptom_4.jpg" /></a></div><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";"><br />
</span></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal" style="line-height: 11pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 2. Daun dengan belang-belang hijau-kuning tidak simetris</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal" style="line-height: 11pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 3. Daun dengan tulang daun menebal dan bentuk tidak normal</span></div></td> </tr>
</tbody></table><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gejala belang hijau-kuning pada daun mirip dengan gejala keku-rangan unsur hara dan gejala hama-penyakit lain. Namun bila dilakukan pengamatan dengan teliti maka akan ditemukan perbedaannya sebagai-mana tampak pada Gb. 5-Gb. 8. Mengingat hal ini, pengenalan penyakit CVPD dengan berdasarkan gejala sebaiknya tidak dilakukan terhadap tanaman yang sudah sakit parah dan tidak dilakukan pada musim kemarau ketika tanaman tidak dalam keadaan segar.</span></div><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; width: 387px;"><tbody>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXzvt5vI8BwAWE4lSpjBrMogUTkuAJwp9JSiEaN0C7r9-RLshVrHLz-FMlplbJJgw0Vo8H0tEPz2pmOUgGYGUY6YMVGpXQtpniITdQ9jlfbjTLZf_6iOt3tnLWVhVQb4N4fSn705upIlY/s1600/def_fe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXzvt5vI8BwAWE4lSpjBrMogUTkuAJwp9JSiEaN0C7r9-RLshVrHLz-FMlplbJJgw0Vo8H0tEPz2pmOUgGYGUY6YMVGpXQtpniITdQ9jlfbjTLZf_6iOt3tnLWVhVQb4N4fSn705upIlY/s1600/def_fe.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmHYuk96WHCZ-BoXri6QBY_amj1ACh23iM7s5qq7TZ9vK3FMCbmTOJSaHySbh99oHKDOkXiMaeYxyxYq6IHpnOhfBCCECwsgpaNfmIcqROSh9qfXPQcSb85FK3rz5mAzTFDUJUU-1y5h8/s1600/def_zn.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmHYuk96WHCZ-BoXri6QBY_amj1ACh23iM7s5qq7TZ9vK3FMCbmTOJSaHySbh99oHKDOkXiMaeYxyxYq6IHpnOhfBCCECwsgpaNfmIcqROSh9qfXPQcSb85FK3rz5mAzTFDUJUU-1y5h8/s1600/def_zn.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 5. Defisiensi Besi (Fe)</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 6. Defisiensi Seng (Zn)</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbXXxG5Q_-PjqyWmOPUzhOXEYJ_6gG3iuAy9PPJIg8x0yXNHogJTmXJISNMpcZXpUifJ1PWUijcE4RgUQYyEx6F6BCdyd4CPBbqagSRh-ZQuroEX1mymYIvMJNWdi_Ao7WOdu1eaQxvpQ/s1600/def_mn.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: small;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbXXxG5Q_-PjqyWmOPUzhOXEYJ_6gG3iuAy9PPJIg8x0yXNHogJTmXJISNMpcZXpUifJ1PWUijcE4RgUQYyEx6F6BCdyd4CPBbqagSRh-ZQuroEX1mymYIvMJNWdi_Ao7WOdu1eaQxvpQ/s1600/def_mn.jpg" /></span></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYVnu9et9bdRcv8cC8Pe_FeHXAgLw3WNDt8XIUEz8SzulDZip-CPQBCjBHVtHVbY9pIEH3_YypJh2V7RZdZX93hp5FLuz_d1aFqy_soqxCBdHbWWVuVrCUQx439BjMt6aSfzyKmNR3cs8/s1600/def_mg.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYVnu9et9bdRcv8cC8Pe_FeHXAgLw3WNDt8XIUEz8SzulDZip-CPQBCjBHVtHVbY9pIEH3_YypJh2V7RZdZX93hp5FLuz_d1aFqy_soqxCBdHbWWVuVrCUQx439BjMt6aSfzyKmNR3cs8/s1600/def_mg.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 7. Defisiensi Mangan (Mn)</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 8. Defisiensi Magnesium (Mg)</span></div></td> </tr>
</tbody></table><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Buah tanaman yang menderita CVPD berukuran lebih kecil dan berbentuk tidak normal (Gb. 9). Menjelang masak, buah menguning dari bagian pangkal (Gb. 10 dan Gb. 11), bukan dari bagian ujung sebagaimana seharusnya. Bila buah dibelah melalui bagian pangkal, tampak pembuluh berwarna cokelat muda (Gb. 12). Bila buah dibelah melintang, tampak biji yang kisut dan menghitam (Gb. 13).</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; width: 387px;"><tbody>
<tr> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgGuGHv_Ze9qyY8FAR0Uust7B264M8ZGITfX2cRCy13R7a4AAlgJIECPTlwO1bFKF2lxkB_kvn0gJGQnkNO3E1hN6By2-ia5l7-dMXadTkzYVfEKocxyNPvAO6_95D_cNIW24MPM2rhhM/s1600/hlb_fruit_symptom_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgGuGHv_Ze9qyY8FAR0Uust7B264M8ZGITfX2cRCy13R7a4AAlgJIECPTlwO1bFKF2lxkB_kvn0gJGQnkNO3E1hN6By2-ia5l7-dMXadTkzYVfEKocxyNPvAO6_95D_cNIW24MPM2rhhM/s1600/hlb_fruit_symptom_1.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqh2Bgi1SQjclG5rlwnzkXciPTGScWC2xBnkSGhl4blWH1wZf2Xt59NmJ3Wbi8mF2Uha7tqGbwZHYM3rXxDny0-_aG4IMeDv4mpGhdrj9CCeKrqGkoywANpjXfsRoota3QKGPDY8lv1Lo/s1600/hlb_fruit_symptom_2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqh2Bgi1SQjclG5rlwnzkXciPTGScWC2xBnkSGhl4blWH1wZf2Xt59NmJ3Wbi8mF2Uha7tqGbwZHYM3rXxDny0-_aG4IMeDv4mpGhdrj9CCeKrqGkoywANpjXfsRoota3QKGPDY8lv1Lo/s1600/hlb_fruit_symptom_2.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal" style="line-height: 11pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 9. Buah berukuran dan berbentuk tidak normal</span></div></td> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 145.3pt;" valign="top" width="194"><div class="MsoNormal" style="line-height: 11pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 10. Buah jeruk keprok menguning dari pangkal</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 3cm;" valign="top" width="113"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5pOpccShVUqk4WrYkEcuJd7Lc8ggM3lCHzNAG6a70qudmogIgHyCK1gcyCjiFb69fxKksPL5GtkDOEYWymNQ5qGIqJoE9MyDSnQeKnn-uqfMg2Gs7ffnMEPvoKIOcYUA73r_eqXiSJWI/s1600/hlb_fruit_symptom_3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5pOpccShVUqk4WrYkEcuJd7Lc8ggM3lCHzNAG6a70qudmogIgHyCK1gcyCjiFb69fxKksPL5GtkDOEYWymNQ5qGIqJoE9MyDSnQeKnn-uqfMg2Gs7ffnMEPvoKIOcYUA73r_eqXiSJWI/s1600/hlb_fruit_symptom_3.jpg" /></a></div><span id="goog_551397982"></span><span id="goog_551397983"></span><br />
<div class="MsoNormal"><br />
</div></td> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 99.25pt;" valign="top" width="132"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih3ZcQziON6MnxP30tyOjhGwDBOLfumRNCmVxsNId2ZN9jL-jvI8-DkWnGoqnyq7LLtI9xMP4CXugHDCqHNBx1dp0M0EceGmUruXaTdt3IbCa53_n8YSYahK6ow4d_ACQdT2m7VK9CpMo/s1600/hlb_fruit_symptom_4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih3ZcQziON6MnxP30tyOjhGwDBOLfumRNCmVxsNId2ZN9jL-jvI8-DkWnGoqnyq7LLtI9xMP4CXugHDCqHNBx1dp0M0EceGmUruXaTdt3IbCa53_n8YSYahK6ow4d_ACQdT2m7VK9CpMo/s1600/hlb_fruit_symptom_4.jpg" /></a></div><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 106.3pt;" valign="top" width="142"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7GZ0kVB4-02rx5J0j9aZOmeOoFOj2_mn5DNvpNT4oYFlnxtB700h3vFgUoPbYg-cNx14n6nbE-ON5_uDoWANUtMLHHoZmPuoNpv0QdVOZI06_QNPcEuzJbDGmkqQJ4foD2mDKR8gOzFQ/s1600/hlb_fruit_symptom_5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7GZ0kVB4-02rx5J0j9aZOmeOoFOj2_mn5DNvpNT4oYFlnxtB700h3vFgUoPbYg-cNx14n6nbE-ON5_uDoWANUtMLHHoZmPuoNpv0QdVOZI06_QNPcEuzJbDGmkqQJ4foD2mDKR8gOzFQ/s1600/hlb_fruit_symptom_5.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 3cm;" valign="top" width="113"><div class="MsoNormal" style="line-height: 11pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 11. Buah jeruk manis menguning</span></div></td> <td colspan="2" style="padding: 0cm; width: 99.25pt;" valign="top" width="132"><div class="MsoNormal" style="line-height: 11pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 12. Pembuluh berwarna cokelat muda</span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 106.3pt;" valign="top" width="142"><div class="MsoNormal" style="line-height: 11pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Gb. 13. Biji kisut dan menghitam</span></div></td> </tr>
</tbody></table><br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";">Pada tanaman yang sudah sakit parah, gejala CVPD sangat sulit dapat dikenali. Untuk lebih memastikan tanaman menderita CPVD, dapat dilakukan uji sederhana yang dikenal dengan uji iodin. Untuk melakukan uji ini, terlebih dahulu perlu disiapkan larutan iodin dengan mencampurkan 1 bagian cairan iodium tinktur (obat merah Betadine tidak boleh digunakan) ke dalam 9 bagian air minum kemasan (1:9). Kemudian, diambil satu helai daun bergejala CVPD dan diiris seperti tampak pada Gb. 14. Irisan daun kemudian dicelupkan ke dalam larutan iodin selama 1,5 sampai 2 menit lalu diperhatikan perubahan warna yang terjadi pada bagian tepi irisan daun. Bila warna tepi irisan berubah menjadi biru gelap maka perubahan warna tersebut menandakan tanaman berpenyakit CVPD (Gb. 15), sebaliknya bila warna tidak berubah menandakan tanaman sehat (Gb. 16). Bila perubahan warna kurang jelas (Gb. 17), uji diulangi dengan membuat irisan baru dari daun lain sampai diperoleh hasil seperti pada Gb. 15 atau Gb. 16.</span></span></div><br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse;"><tbody>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTt0x9t2Ow0HS7W442-lDNgdAUq3lQ_PjY_8ZrWxiEjVo9ZG_tUoBaqQLlaOMoebLnuulmVlHfyLv1rv2jqyOV3l3RfsR0cTb-RKRcRu_PDX_2b9u2n9C7fbQ58DMr3MdyvNcRQOPjTA4/s1600/hlb_iodinetest_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTt0x9t2Ow0HS7W442-lDNgdAUq3lQ_PjY_8ZrWxiEjVo9ZG_tUoBaqQLlaOMoebLnuulmVlHfyLv1rv2jqyOV3l3RfsR0cTb-RKRcRu_PDX_2b9u2n9C7fbQ58DMr3MdyvNcRQOPjTA4/s1600/hlb_iodinetest_1.jpg" /></a></div><span id="goog_174451099"></span><span id="goog_174451100"></span><br />
<div class="MsoNormal"><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="MsoNormal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4xQhYLvkttjIQ0zJUpvPbeomNit9qIZdPKwUASzxbvTN9pmhZNCCJED6HU_Q9bXu2DQYuNZ9UkYIgzzr9dYU7f7wGqW-nbodVpFHjbVgKuTpEsmWEcmVm4asgJvnQbUJ5W2syLFmIgKk/s1600/hlb_iodinetest_2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4xQhYLvkttjIQ0zJUpvPbeomNit9qIZdPKwUASzxbvTN9pmhZNCCJED6HU_Q9bXu2DQYuNZ9UkYIgzzr9dYU7f7wGqW-nbodVpFHjbVgKuTpEsmWEcmVm4asgJvnQbUJ5W2syLFmIgKk/s1600/hlb_iodinetest_2.jpg" /></a></div><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="MsoNormal"><span style="font-size: small;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";">Gb. 14. Cara memotong daun untuk pelaksanaan uji iodin</span></span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="MsoNormal"><span style="font-size: small;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";">Gb. 15. Tepi potongan daun berwar-na biru gelap bila berpenyakit CVPD</span></span></div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqUgmWn-5qhCLdP5MjUGQf_gZXp-0AzAjGv70HiUQTYYiXCh_f28lMMSQkLFqjv-gZfBrohytbQnCn4c3E6Tp8VmgLxCHreLp8J83E1BeE2UOizQqCsZrZZCtjB-KP7HWQ3oDHhLoSKPE/s1600/hlb_iodinetest_3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqUgmWn-5qhCLdP5MjUGQf_gZXp-0AzAjGv70HiUQTYYiXCh_f28lMMSQkLFqjv-gZfBrohytbQnCn4c3E6Tp8VmgLxCHreLp8J83E1BeE2UOizQqCsZrZZCtjB-KP7HWQ3oDHhLoSKPE/s1600/hlb_iodinetest_3.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSVIXwRwSDx7VCA8PZBSeiDWntnepPIFpnuR0QhqriCo_DJSIOHSTD_w-gFZMoMbw9qXukmPMpd6cRPPiIeCTv-Skw4yWdu1zCZjaauN8BIw7UuIz5BIREO3Vp04PDJAjkCRSxD5pVJC4/s1600/hlb_iodinetest_4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSVIXwRwSDx7VCA8PZBSeiDWntnepPIFpnuR0QhqriCo_DJSIOHSTD_w-gFZMoMbw9qXukmPMpd6cRPPiIeCTv-Skw4yWdu1zCZjaauN8BIw7UuIz5BIREO3Vp04PDJAjkCRSxD5pVJC4/s1600/hlb_iodinetest_4.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></td> </tr>
<tr> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="MsoNormal"><span style="font-size: small;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";">Gb. 16. Tepi potongan daun tidak berwarna biru gelap bila tidak ber-penyakit CVPD (sehat)</span></span></div></td> <td style="padding: 0cm; width: 5cm;" valign="top" width="189"><div class="MsoNormal"><span style="font-size: small;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";">Gb. 17. Tepi potongan daun berwar-na biru gelap sebagian-sebagian, uji perlu diulang</span></span></div></td> </tr>
</tbody></table><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";">Pengenalan CVPD dengan menggunakan gejala dan uji iodin memang tidak dapat memberikan hasil yang benar-benar akurat. Namun karena biayanya murah maka dapat dilakukan dalam jumlah banyak, di-bandingkan misalnya dengan uji canggih yang biayanya mahal. Mengingat tingkat akurasi uji iodin adalah 65% maka bila dari 100 pengujian ditemu-kan 80 hasil positif, setidak-tidaknya 52 pengujian adalah akurat. Untuk hasil yang benar-benar akurat dapat dilakukan uji PCR (<i>polimerase chain reaction</i>), tetapi uji ini hanya dapat dilakukan di laboratorium di luar NTT. Bukan tidak mungkin selama pengangkutan ke laboratorium sampel meng-alami kerusakan sehingga hasilnya juga dapat tidak benar-benar akurat.</span></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div>Untuk memperoleh penjelasan lebih rinci mengenai penyakit CVPD, silahkan saksikan video berikut ini. <br />
<br />
<br />
<div style="color: #b45f06;"><span style="font-size: large;">Florida Citrus Greening Information</span></div><object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/DBl1tlDAi3M?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/DBl1tlDAi3M?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
<div style="color: #b45f06;"><span style="font-size: large;">USDA/APHIS</span></div><object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/8y-LZo_2u4Q?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/8y-LZo_2u4Q?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
THE FATE OF CITRUS, PART 1<br />
<object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/1K7rVEKHum0?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/1K7rVEKHum0?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
THE FATE OF CITRUS, PART 2<br />
<object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/-Bin1s_I5Xg?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/-Bin1s_I5Xg?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
THE FATE OF CITRUS, PART 3<br />
<object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/1owClYo1j9I?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/1owClYo1j9I?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<br />
Daftar video mengenai HLB: Klik di <a href="http://www.youtube.com/results?search_query=citrus%20greening&search=Search&sa=X&oi=spell&resnum=0&spell=1">SINI</a> dan di <a href="http://www.youtube.com/results?search_query=citrus+greening&suggested_categories=27%2C28%2C25&page=2">SINI</a>.</div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-71621511402450192012010-10-15T02:04:00.000-07:002011-05-02T19:46:41.296-07:00Bertani Selaras Alam untuk Menghindari CVPD<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&captions=1&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=http%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5528519529863783057%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26hl%3Den_US" height="350" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="http://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="480"></embed><br />
<br />
Bertani jeruk secara modern yang dianjurkan pemerintah mengharuskan penggunaan bibit okulasi dan pembudidayaan jeruk secara secara monokultur dengan jarak tanam teratur. Penggunaan bibit okulasi diperlukan untuk menjamin produksi dapat dicapai dalam waktu cepat dan kualitas hasil yang sesuai dengan baku mutu. Akan tetapi, introduksi teknologi produksi modern tersebut bukannya tidak menimbulkan masalah. Petani telah sangat lama terbiasa bertani secara tradisional dalam pola perladangan tebas bakar sehingga sulit dapat menerima teknologi pertanian intensif. Teknologi baru bukan tidak mungkin akan mengusik kedaulatan petani karena bibit okulasi harus dibeli dari pengusaha. Akan lebih celaka lagi kalau bibit yang diberi dari pengusaha tersebut ternyata tidak bebas dari OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan).<br />
<br />
Seorang petani jeruk dari Desa Ajaobaki, katakanlah namanya Bapak Agus, menolak untuk berpartisipasi dalam program bertani jeruk secara modern tersebut. Alasan yang digunakan oleh Bapak Agus bukan seperti alasan di atas, melainkan alasan historis yang sebenarnya sangat masuk akal. Katanya, dahulu Bapak Agus sering mengikuti ayahnya berburu di kawasan hutan Gunung Mutis. Di dalam hutan Bapak Agus melihat berbagai jenis tumbuhan selalu tumbuh bersama-sama. Bahkan di kawasan hutan Gunung Mutis yang didominasi oleh pohon ampupu (<i>Eucalyptus urophylla</i>) Bapak Agus masih melihat jenis tumbuhan lain tumbuh bersama-sama dengan ampupu. Pengamatan yang dilakukan selama berada di dalam hutan mengajarkan kepada Bapak Agus bahwa dengan keadaan hutan seperti itu tidak pernah terjadi erosi dan mata air terus bertahan sepanjang tahun.<br />
<br />
Maka ketika harus memulai bertani, Bapak Agus menerapkan pengalaman masa kecilnya berburu di hutan. Lahannya yang semula tandus bekas perladangan mulai ditanami dengan tanaman tahunan. Berbagai jenis pohon juga ditanamnya pada bagian-bagian tertentu dari kebunnya. Di sekitar rumah ditanam jeruk keprok soe bersama dengan jenis tanaman tertentu, umumnya yang tajuknya rendah dan perakarannya tidak dalam. Berbeda dengan program pemerintah yang mengharuskan menanam bibit okulasi, Bapak Agus justeru menanam jeruk dari biji. Alasannya, tanaman dari biji bisa tumbuh besar dan berumur panjang. "Jeruk keprok di rumah nenek saya masih hidup ketika nenek meninggal, padahal menurut nenek jeruk itu sudah ada sebelum nenek lahir".<br />
<br />
Ketika ditanya bagaimana tanggapannya terhadap program jeruk pemerintah yang mengaruskan menanam bibit okulasi, Bapak Agus menjawab singkat, "Daripada saya harus melawan kata hati sendiri, saya memilih tidak ikut proyek. Dahulu saya ikut kelompok tani, tetapi karena sebagian anggota ingin ikut proyek maka saya putuskan keluar dari kelompok dan membentuk kelompok baru". Maka, Bapak Agus terus bertani jeruk secara selaras alam. Di bawah tajuk tanaman jeruknya terhampar tanaman talas yang tumbuh rapat. "Talas ini membantu tanah tetap lembab pada musim kemarau, tanah tidak tererosi pada musim hujan. Lagipula, talas menghasilkan umbi untuk dimakan dan sebagian untuk makanan babi".<br />
<br />
Bapak Agus tidak mengerti apa itu CVPD. Bukan karena tidak pintar, tetapi karena pemerintah yang seharusnya memberitahu justeru tidak melakukannya. Pemerintah tidak pernah memberikan penyuluhan mengenai CVPD karena penyakit ini dinyatakan tidak ada di NTT. Karena dinyatakan tidak ada maka tidak mungkin mendapat anggaran untuk memberikan penyuluhan. Ibaratnya orang miskin, tidak mungkin mendapat RASKIN atau BLT bila tidak terdaftar sebagai penduduk. CVPD tidak mungkin memperoleh anggaran pengendalian sebelum dinyatakan ada. Tetapi bagi CVPD sendiri, diterima atau tidak bahwa dia ada, bukanlah terlalu menjadi masalah. Bagi CVPD sendiri, tidak diakui keberadaannya justeru lebih menguntungkan karena dengan demikian maka tidak dikendalikan. Dengan begitu maka CVPD dapat menular dan menyebar diam-diam.<br />
<br />
Tanamn jeruk Bapak Agus tidak satupun ada yang menunjukkan gejala CVPD, meskipun bukan berarti sama sekali bebas penyakit. Karena lembab, diplodia basah menjadi masalah. Tidak menunjukkan gejala CVPD memang bukan berarti bebas CVPD, tetapi setidak-tidanya ini masih lebih baik daripada jeruk tetangganya yang ditanam dari bibit okulasi. Mengapa ini bisa terjadi? CVPD menular melalui dua cara, dengan perantaraan kutu loncat jeruk sebagai vektor dan dengan perantaraan mata tempel yang, siapa tahu, karena kurangnya pengawasan dapat saja diambil dari pohon induk berpenyakit CVPD. Kebun Bapak Agus terletak di dataran tinggi sehingga suhu udaranya di luar kisaran suhu untuk perkembangan kutu loncat jeruk. Karena itu, penularan CVPD yang paling mungkin adalah melalui mata tempel yang pembibitannya dilakukan di tempat dengan ketinggian lebih rendah. Bertani jeruk keprok secara selaras alam dengan menggunakan biji ternyata tidak seluruhnya jelek karena ternyata dapat mengurangi risiko tanaman tertular CVPD.</div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-22547409139758878262010-10-14T03:31:00.000-07:002011-05-02T19:47:37.423-07:00Menurut pemerintah, bibit JKS telah diawasi dengan ketat. Bagaimana dengan bibit ini, apakah benar-benar bebas CVPD?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><embed flashvars="host=picasaweb.google.com&captions=1&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=http%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5527894256839388993%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26hl%3Den_US" height="267" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="http://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="400"></embed><br />
<br />
Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten TTS, bibit JKS telah diawasi dengan ketat sehingga tidak mungkin beredar bibit berpenyakit, apalagi berpenyakit CVPD. Kata Kepala Dinas, kalau ada orang yang mengatakan jeruk keprok soe berpenyakit CVPD, termasuk bibitnya, berarti itu melanggar perda.Katanya, untuk menegakkan perda, upaya telah dilakukan dengan sekuat tenaga untuk mencegah masuknya bibit jeruk dari luar. Sungguh ini merupakan upaya yang sangat luar biasa. Hanya saja, persoalannya kemudian adalah sejak kapan perda diberlakukan dan kapan pengawasan benar-benar telah dilakukan dengan ketat? Bukan tidak mungkin, CVPD sebenarnya sudah ada jauh sebelum diberlakukan perda. Dan bukan tidak mungkin pula, setelah ada perda, pengawasan hanya dilakukan sewaktu-waktu saja.<br />
<br />
Atau, bagaimana bila yang melakukan pengawasan tidak mengetahui gejala CVPD? Bagaimana petugas yang tidak mengetahui gejala CVPD dapat melakukan pengawasan untuk menjamin bibit jeruk keprok soe bebas CVPD? Kata Kepala Dinas, CVPD hanya dapat dipastikan oleh para pakar yang berkompeten dari Balitjes Tlekung, Malang. Nah, di sinilah kemudian justeru duduk persoalannya. Karena hanya pakar dari Malang yang dipandang berkompeten untuk memastikan keberadaan CVPD maka petugas lapangan kemudian menjadi tidak berani mengambil keputusan. Keputusan baru bisa diambil pada saat pakar datang. Sementara itu, produksi bibit terus berlangsung, terlepas dari pengawasan para pakar.<br />
<br />
Lebih dari itu, pembibitan adalah lahan bisnis yang menguntungkan. Jauh lebih menguntungkan daripada produksi buah jeruk keprok soe itu sendiri. Bagaimana tidak? Penangkar ada yang berijin, ada pula yang tidak. Harga bibit menurut perda ditetapkan Rp 5.000,- per bibit. Tetapi harga itu bukan di tingkat penangkar, melainkan di tingkat pengusaha yang memenangkan tender pengadaan bibit. Pada tingkat penangkar, jauh lebih murah, apalagi pada penangkar tidak berijin. Seorang penangkar berijin mengatakan bahwa pada tingkat penangkar harga bibit dapat mencapai hanya Rp 1.500,- per bibit. Dapat dibayangkan, pada penangkar tidak berijin tentu harganya lebih murah lagi. Pengusaha memperoleh selisih harga yang jauh lebih besar tanpa perlu repot.</div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-6452623419485082002010-10-13T21:18:00.000-07:002011-05-02T19:48:23.179-07:00Kata Kadis Pertanian Kabupaten TTS, JKS Bebas CVPD. Bagaimana dengan tanaman jeruk di kebun milik Bpk Frans Nitsae ini?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Kepala Dinas Pertanian Kabupaten TTS menolak dengan tegas bahwa tanaman jeruk keprok soe di Kabupaten TTS telah terkena penyakit CVPD. Kalau begitu, bagaimana dengan tanaman di kebun Bapak Frans Nitsae, Soe, Kabupaten TTS, sebagaimana tampak pada tayangan slide di atas?<br />
<br />
Menurut Kepala Dinas, CVPD tidak dapat ditentukan oleh sembarang orang, hanya oleh orang yang berkompeten, yaitu para pakar dari Balitjes di Tlekung, Malang. Apakah orang yang bukan berasal dari Balitjes berarti semuanya tidak berkompeten mengenai CVPD? J.M. Bove, profesor emeritus mikrobiologi dari University of Bordeaux 2 and INRA, Perancis, bukan orang dari Balitjes. Bandingkan foto-foto gejala CVPD dalam <a href="http://www.fcprac.com/bove-hlb.pdf">tulisannya</a> dan juga pada slide di bawah ini dengan foto tanaman jeruk keprok soe pada slide di atas. <br />
<br />
<embed flashvars="host=picasaweb.google.com&captions=1&hl=en_US&feat=flashalbum&RGB=0x000000&feed=http%3A%2F%2Fpicasaweb.google.com%2Fdata%2Ffeed%2Fapi%2Fuser%2Fmudita.live%2Falbumid%2F5527798615502754097%3Falt%3Drss%26kind%3Dphoto%26hl%3Den_US" height="380" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" src="http://picasaweb.google.com/s/c/bin/slideshow.swf" type="application/x-shockwave-flash" width="480"></embed><br />
<br />
Silahkan menyimpulkan sendiri, tidak perlu khawatir dianggap tidak berkompeten oleh Kepala Dinas. Sekedar informasi tambahan, di luar negeri CVPD sekarang dikenal dengan nama huanglongbing, dahulu dengan nama citrus greening. Berikut adalah video mengenai CVPD dari Florida Citrus Greening Information Center.<br />
<object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/DBl1tlDAi3M?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/DBl1tlDAi3M?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
Juga saksikan video berikut ini:<br />
<object height="385" width="480"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/8y-LZo_2u4Q?fs=1&hl=en_US"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowscriptaccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/8y-LZo_2u4Q?fs=1&hl=en_US" type="application/x-shockwave-flash" allowscriptaccess="always" allowfullscreen="true" width="480" height="385"></embed></object><br />
<span id="goog_1333047257"></span><span id="goog_1333047258"></span><a href="http://www.blogger.com/"></a></div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5353491319728945859.post-18279546967028470562010-10-11T03:04:00.001-07:002011-05-02T19:49:51.348-07:00Sumber Informasi Alternatif<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US">Citrus Biosecurity (Ketahanan Hayati Jeruk) menayangkan informasi alternatif mengenai ketahanan hayati jeruk di Timor Barat, khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU). Tayangan ini diharapkan menjadi alternatif terhadap informasi yang selama ini disampaikan oleh pemerintah bahwa jeruk di kedua kabupaten tersebut, khususnya jeruk keprok soe, bebas dari penyakit berbahaya seperti CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) dan tristeza. Satu-satunya OPT yang diakui keberadaannya adalah jamur diplodia (<i>Botrodiplodia theobromeae</i>), penyebab penyakit diplodia basah dan diplodia kering.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US">Informasi alternatif ini ditayangkan untuk menjamin hak masyarakat memperoleh informasi yang dijamin oleh undang-undang. Informasi alternatif ini juga ditayangkan sesuai dengan prinsip yang diusung oleh lembaga internasional sekaliber FAO bahwa komunikasi merupakan satu di antara pilar ketahanan hayati. Dengan informasi alternatif ini diharapkan semua pihak menyadari bahwa pada era keterbukaan ini informasi tidak lagi menjadi monopoli satu pihak, tetapi dapat datang dari mana saja, lebih-lebih dari pihak yang memperoleh informasi melalui penelitian dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US">Informasi alternatif yang ditayangkan di sini bersumber dari penelitian mahasiswa, mulai dari mahasiswa S1, S2, dan S3. Selain itu juga ditayangkan informasi hasil penelitian yang dilakukan oleh para dosen perguruan tinggi. Informasi ditayangkan dalam bentuk tulisan populer disertai dengan tautan (<i>link</i>) untuk mengakses informasi dalam bentuk tulisan yang lebih teknis. Tautan juga diberikan untuk menelusuri informasi dari sumber-sumber lain sebagai bahan perbandingan. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN-US">Penayangan informasi alternatif mengenai ketahanan hayati jeruk ini dilakukan bukan untuk melawan pihak manapun. Sebagai alternatif, informasi yang disajikan di sini diharapkan justeru untuk memperkaya informasi yang selama ini telah diberikan oleh pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Dengan demikian, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pengelolaan ketahanan hayati jeruk yang lebih menyentuh kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, penayangan informasi alternatif ini sama sekali bukan dimaksudkan untuk menggagalkan upaya pemerintah untuk mengembangkan jeruk sebagai tanaman unggulan, justeru sebaliknya, untuk ikut berpartisipasi mendukung dengan cara yang kritis.</span></div></div>guru kecil ...http://www.blogger.com/profile/10699793284818900650noreply@blogger.com