Pada akhir Mei 2011 saya berkesempatan kembali menapak tilas lokasi penelitian ketahanan hayati jeruk yang saya lakukan tahun 2008-2010. Dari Kefa menuju Eban, Eban, Kapan, dan Soe saya melewati desa-desa lokasi penelitian Suanae, Sallu, Lemon, Fatumnutu, Eonbesi, Oelbubuk, dan Binaus. Di Oelbubuk saya singgah di BBI Hortikultura dan kemudian di Soe saya mampir di kebun milik Bapak Frans Nitsae, seorang pegawai dinas pertanian yang merangkap sebagai penangkar dan petani jeruk. Apa yang saya temukan dalam perjalanan napak tilas saya ini sungguh mencengangkan. Supaya saya tidak dikatakan membesar-besarkan masalah, silahkankan saja simak foto-foto berikut ini:
Dahulu di sini tumbuh jeruk keprok soe dengan sangat subur sehingga menghalangi pendangan ke Gunung Mutis di latar belakang
Pohon jeruk keprok soe dengan satu cabang berdaun menguning yang dikenal sebagai menguning sektoral
Cabang menguning sektoral dilihat lebih dekat
Daun menguning tidak merata antara di sebelah kiri dan kanan tulang daun utama, tulang daun menebal sehingga daun menjadi kaku. dan daun tumbuh dengan posisi lebih tegak daripada posisi tulang daun sehat
Setelah menguning secara sektoral, secara perlahan semua cabang kemudian berdaun menguning dan cabang yang daunnya menguning paling awal menjadi meranggas karena daunnya gugur
Tunas air yang kemudian banyak tumbuh pada batang dan cabang juga mempunyai daun yang menguning dan dengan tulang daun menebal
Bentuk buah lonjong, tidak gepeng seperti pada buah tanaman sehat, dan menguning dari arah pangkal buah, tidak dari arah ujung buah seperti pada buah tanaman sehat
Buah banyak berguguran dan kemudian mengering di permukaan tanah
Gejala menguning dan tulang daun menebal pada jeruk keprok Hickson
Ketika saya melakukan penelitian, pohon jeruk yang foto-fotonya saya tayangkan ini semuanya masih sehat. Melihat keadaan ini, saya sangat khawatir bahwa jeruk, khususnya jeruk keprok soe, akan mengalami nasib yang sama seperti apel soe sehingga nanti yang dipasarkan bukan lagi buah jeruk tetapi kayu bakar jeruk soe. Seorang diri saya tidak dapat berbuat banyak karena pemerintah bersikukuh bahwa jeruk keprok soe masih bebas CVPD, meskipun uji PCR yang saya lakukan telah memastikannya. Tetapi dengan bersama-sama, dengan melalui ekspedisi bersama, mungkin suara orang banyak akan lebih didengar. Dengan melakukan ekspedisi ini saya berharap kita akan mengenal secara dekat bukan hanya permasalahan hama dan penyakit, tetapi juga persoalan budidaya, persoalan pemasaran buah dan bibit, persoalan cuaca yang semakin hari menjadi semakin panas. Sekaligus saya menggugah, siapa tahu ekspedisi ini akan menjadi awal tumbuhnya kelompok pencinta lingkungan di lingkungan kampus di Kupang.