Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten TTS, bibit JKS telah diawasi dengan ketat sehingga tidak mungkin beredar bibit berpenyakit, apalagi berpenyakit CVPD. Kata Kepala Dinas, kalau ada orang yang mengatakan jeruk keprok soe berpenyakit CVPD, termasuk bibitnya, berarti itu melanggar perda.Katanya, untuk menegakkan perda, upaya telah dilakukan dengan sekuat tenaga untuk mencegah masuknya bibit jeruk dari luar. Sungguh ini merupakan upaya yang sangat luar biasa. Hanya saja, persoalannya kemudian adalah sejak kapan perda diberlakukan dan kapan pengawasan benar-benar telah dilakukan dengan ketat? Bukan tidak mungkin, CVPD sebenarnya sudah ada jauh sebelum diberlakukan perda. Dan bukan tidak mungkin pula, setelah ada perda, pengawasan hanya dilakukan sewaktu-waktu saja.
Atau, bagaimana bila yang melakukan pengawasan tidak mengetahui gejala CVPD? Bagaimana petugas yang tidak mengetahui gejala CVPD dapat melakukan pengawasan untuk menjamin bibit jeruk keprok soe bebas CVPD? Kata Kepala Dinas, CVPD hanya dapat dipastikan oleh para pakar yang berkompeten dari Balitjes Tlekung, Malang. Nah, di sinilah kemudian justeru duduk persoalannya. Karena hanya pakar dari Malang yang dipandang berkompeten untuk memastikan keberadaan CVPD maka petugas lapangan kemudian menjadi tidak berani mengambil keputusan. Keputusan baru bisa diambil pada saat pakar datang. Sementara itu, produksi bibit terus berlangsung, terlepas dari pengawasan para pakar.
Lebih dari itu, pembibitan adalah lahan bisnis yang menguntungkan. Jauh lebih menguntungkan daripada produksi buah jeruk keprok soe itu sendiri. Bagaimana tidak? Penangkar ada yang berijin, ada pula yang tidak. Harga bibit menurut perda ditetapkan Rp 5.000,- per bibit. Tetapi harga itu bukan di tingkat penangkar, melainkan di tingkat pengusaha yang memenangkan tender pengadaan bibit. Pada tingkat penangkar, jauh lebih murah, apalagi pada penangkar tidak berijin. Seorang penangkar berijin mengatakan bahwa pada tingkat penangkar harga bibit dapat mencapai hanya Rp 1.500,- per bibit. Dapat dibayangkan, pada penangkar tidak berijin tentu harganya lebih murah lagi. Pengusaha memperoleh selisih harga yang jauh lebih besar tanpa perlu repot.